AS Awasi India terkait Tingkat Kebebasan Beragama

CNN Indonesia
Rabu, 29 Apr 2020 20:45 WIB
Indian security officers patrol a street in New Delhi, India, Wednesday, Feb. 26, 2020. At least 20 people were killed in three days of clashes in New Delhi, with the death toll expected to rise as hospitals were overflowed with dozens of injured people, authorities said Wednesday. The clashes between Hindu mobs and Muslims protesting a contentious new citizenship law that fast-tracks naturalization for foreign-born religious minorities of all major faiths in South Asia except Islam escalated Tuesday. (AP Photo/Rajesh Kumar Singh)
Kondisi pasca kerusuhan demo menolak Amandemen UU Kewarganegaraan di New Delhi, India. (AP Photo/Rajesh Kumar Singh)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Kebebasan Beragama Internasional Amerika Serikat (USCIRF) memasukkan India ke dalam daftar negara yang diawasi karena dinilai tidak lagi ramah terhadap umat Islam dan pemeluk agama minoritas lainnya.

Seperti dilansir The Washington Post, Rabu (29/4), Wakil Ketua USCIRF, Nadine Menza, menyatakan Kementerian Luar Negeri AS menyatakan India berada dalam status "negara yang menjadi perhatian" atau CPC terkait dugaan kekerasan dan diskriminasi terhadap kelompok agama minoritas.


Menza mengatakan, "(India) membiarkan terjadinya pelanggaran terhadap kebebasan beragama."

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Menza, yang paling mengkhawatirkan adalah ketika pemerintahan India yang dipimpin Perdana Menteri Narendra Modi meloloskan amandemen undang-undang kewarganegaraan. Di dalam aturan tersebut, pemerintah diberi kewenangan memberikan kewarganegaraan kepada para pendatang dari enam agama kecuali Islam.

"Hal ini membuat jutaan Muslim di India terancam ditahan, diusir, atau tidak punya kewarganegaraan jika pemerintah memenuhi seluruh persyaratan untuk memberlakukan undang-undang tersebut secara nasional," ujar Menza.

Rekomendasi yang disampaikan USCIRF tidak mengikat. Namun, Kemenlu AS patut mempertimbangkan keputusan lembaga tersebut.

India juga masuk ke dalam daftar pantauan USCIRF pada 2004 silam. Saat itu pemerintah India dinilai berlaku diskriminatif terhadap pemeluk Islam dan Kristen.


Dua tahun sebelumnya, terjadi kerusuhan di negara bagian Gujarat selama tiga hari yang menewaskan sekitar seribu orang. Sebagian besar di antaranya adalah orang Islam.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri India, Anurag Srivastava, membantah isi laporan USCIRF. Dia menilai sudah tidak aneh kalau sikap komisi tersebut bias dan tidak berimbang.

"Pada saat ini, kekeliruan penafsiran mereka sudah mencapai pada tingkatan lain," kata Srivastava.

Srivastava menyarankan pemerintah India menjaga jarak dengan lembaga tersebut.

"Kami akan menganggap (USCIRF) sebagai organisasi yang patut diawasi dan akan memperlakukannya secara tepat," ujar Srivastava.

Dalam kunjungan kenegaraan ke India pada Februari lalu, Presiden AS Donald Trump membela Modi soal toleransi beragama. Padahal bersamaan dengan kedatangannya terjadi kerusuhan di New Delhi antara umat Hindu dan Islam.
Kondisi pasca kerusuhan demo menolak Amandemen UU Kewarganegaraan di New Delhi, India. (Prakash SINGH / AFP)
"Kita memang membicarakan kebebasan beragama dan saya mengatakan perdana menteri memberi penjelasan bagus kepada saya. Dia sangat ingin semua orang bebas menjalankan keyakinannya," kata Trump saat itu.

Kerusuhan tersebut membuat kawasan pemukiman Muslim di New Delhi rusak berat. Korban luka dari kedua belah pihak juga berjatuhan. (ayp/ayp)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER