Isu ABK WNI di Kapal China, Respons Kemenlu Dinilai Normatif
CNN Indonesia
Kamis, 07 Mei 2020 09:42 WIB
Bagikan:
url telah tercopy
Ilustrasi kapal China. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)
Jakarta, CNN Indonesia -- Organisasi yang bergerak di bidang perlindungan pekerja migran Migrant CARE menilai pemerintah Indonesia masih belum menyentuh pokok persoalan kasus ABK WNIyang diduga dieksploitasi di kapal ikan berbendera China, baru-baru ini, meski telah mengeluarkan respons melalui Kementerian Luar Negeri.
"Migrant CARE menilai respons Kementerian Luar Negeri RI bersifat normatif namun belum menukik pada pokok persoalan apakah sudah ada desakan bagi investigasi pelanggaran hak asasi manusia, juga belum ada pernyataan tegas untuk memastikan pemenuhan hak-hak ABK tersebut," kata Direktur Eksekutif Migrant CARE, Wahyu Susilo dalam pernyataannya seperti yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis (7/5).
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Indonesia Judha Nugraha sebelumnya menyatakan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beijing, China telah mengambil sikap dengan menyampaikan nota diplomatik untuk meminta klarifikasi mengenai kasus ini.
Meski Kementerian Luar Negeri RI telah mengeluarkan sikap, Migrant CARE menilai bahwa respons tersebut belum cukup karena belum mendapatkan tanggapan dari Kementerian Ketenagakerjaan dan Badan Perlindungan Migran Indonesia.
"Migrant CARE mendesak Kementerian Ketenagakerjaan dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia untuk bersikap pro-aktif memanggil para agen pengerah ABK tersebut (berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan) untuk meminta pertanggungjawaban korporasi dan apalagi ditemukan pelanggaran hukum harus diteruskan melalui mekanisme hukum yang berlaku," kata Wahyu.
Menurut Migrant CARE, kasus ABK WNI di kapal ikan China ini menggambarkan kondisi pekerja migran Indonesia, terutama di sektor kelautan, semakin suram.
Migrant CARE juga menyinggung sejumlah kasus sebelumnya, seperti ribuan pekerja asal Indonesia di kapal pesiar yang jadi korban Covid-19.
Wahyu dalam pernyataannya juga menyebut kondisi rentan para pekerja migran Indonesia di sektor kelautan dan perikanan juga dipicu tidak ada instrumen perlindungan yang memadai.
"Meskipun UU No. 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia mengamanatkan adanya aturan khusus mengenai Pelindungan Pekerja Migran di sektor Kelautan dan Perikanan, namun hingga saat ini aturan turunan tersebut belum terbit," kata Wahyu.
"Bahkan terlihat ada kecenderungan berebut kewenangan antara Kementerian Perhubungan, Kementerian Ketenagakerjaan dan Badan pelindungan Pekerja Migran Indonesia," lanjutnya.
"Politik luar negeri dan diplomasi juga belum maksimal dalam memperjuangkan penegakan hak asasi pekerja migran di sektor kelautan dan perikanan, terkait dengan implementasi dan komitmen antar negara dalam pelindungan pekerja di sektor kelautan." katanya.
Menurut laporan eksklusif MBC, yang dilansir Rabu (6/5), dugaan eksploitasi di kapal ikan berbendera China itu berasal dari laporan sejumlah ABK WNI yang bekerja di kapal tersebut. Namun, mereka tidak menuliskan nama kapal itu.
Media itu menyatakan sejumlah WNI ABK melapor bahwa mereka diperlakukan dengan buruk di kapal ikan tersebut. Yakni bekerja hingga 18 sampai 30 jam, dengan istirahat yang minim, hingga sakit dan meninggal dunia. Jenazah pelaut Indonesia kemudian dilaporkan dibuang ke laut dengan upacara seadanya.
"Dalam penjelasannya, Kemlu RRT (Republik Rakyat Tiongkok) menerangkan bahwa pelarungan telah dilakukan sesuai praktik kelautan internasional untuk menjaga kesehatan para awak kapal lainnya," kata Judha lewat siaran pers, Kamis (7/5).
"Guna meminta penjelasan tambahan mengenai alasan pelarungan jenazah (apakah sudah sesuai dengan Ketentuan ILO) dan perlakuan yang diterima ABK WNI lainnya, Kemlu akan memanggil Duta Besar RRT," lanjutnya.
Judha juga menegaskan bahwa pemerintah Indonesia serius dalam menanggapi kabar WNI menjadi korban eksploitasi di kapal ikan China.
Kapal tersebut berbendera China Long Xin 605 dan Tian Yu 8 yang beberapa hari lalu berlabuh di Busan, Korsel. Kedua kapal tersebut membawa 46 awak kapal WNI dan 15 diantaranya berasal dari Kapal Long Xin 629.