Pemerintah Amerika Serikat memperingatkan bahwa peretas dari Korea Utara menargetkan bank di banyak negara untuk dirampok.
"Peringatan hari ini menambah daftar besar dan masih terus berkembang dari aktivitas dunia maya yang berbahaya oleh Korea Utara dan tidak boleh diremehkan," demikian bunyi peringatan itu.
Dilansir kantor berita Korea Selatan, Yonhap News Agency, Kamis (27/8), peringatan itu diterbitkan oleh Kementerian Keuangan AS, Badan Penyelidik Federal (FBI), Komando Siber AS, Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur (CISA). Mereka menyatakan Korea Utara menggunakan perangkat lunak perusak untuk mendapatkan akses tidak sah ke "bank di banyak negara untuk melakukan penipuan transfer uang internasional dan pembayaran tunai melalui ATM".
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Aktor (peretas) dunia maya Korea Utara telah menunjukkan kemampuan imajinatif untuk menyesuaikan taktik mereka untuk mengeksploitasi sektor keuangan serta sektor lainnya melalui operasi dunia maya ilegal," ujar Asisten Direktur Keamanan Siber CISA, Bryan Ware.
"CISA dan mitra antar-lembaga kami bekerja erat dengan industri untuk memberikan informasi (mengenai) ancaman dunia maya yang bisa ditindaklanjuti, spesifik, dan tepat waktu, seperti peringatan (yang dikeluarkan) hari ini," tambahnya.
CISA mengatakan ini bukan pertama kalinya Korea Utara terlibat dalam skema pembayaran tunai.
"BeagleBoyz Korea Utara bertanggung jawab atas kampanye pembayaran tunai ATM berkemampuan siber canggih yang diidentifikasi secara publik sebagai 'FASTCash' pada Oktober 2018," kata Ware.
"Untuk membedakan metode dari aktivitas siber berbahaya Korea Utara lainnya, pemerintah AS mengacu pada tim ini sebagai BeagleBoyz," tambahnya.
CISA juga mengutip laporan publik bahwa kelompok peretas Korea Utara "berusaha mencuri hampir US$2 miliar sejak 2015". Grup peretas BeagleBoyz menargetkan lebih dari 30 negara sejak 2015, termasuk Korea Selatan, Jepang, dan India.
Peringatan pada Rabu itu muncul setelah Komandan Komando Siber AS, Jenderal Paul Nakasone, mengatakan Korea Utara meretas jaringan keuangan internasional untuk mencuri uang.
"Korea Utara mencemooh sanksi dengan meretas jaringan keuangan internasional dan pertukaran mata uang kripto untuk menghasilkan pendapatan untuk mendanai kegiatan pengembangan senjatanya," kata Nakasone dalam sebuah artikel yang diterbitkan oleh majalah Foreign Affairs.
Korut sampai saat ini masih dibelit berbagai sanksi dari AS dan internasional setelah melanjutkan uji coba senjata nuklir dan rudal balistik.
"Kami tahu bahwa Korea Utara menggunakan taktik dan teknik berkemampuan dunia maya untuk mencuri mata uang, yang sebaliknya akan ditolak di bawah sanksi internasional," ujar Komandan Pasukan Misi Nasional Siber, Jenderal Joe Hartman.
Angkatan Darat AS memperkirakan Korea Utara "memelihara" enam ribu peretas terlatih, banyak di antaranya diyakini berbasis di negara lain seperti China dan India.
(ans/ayp)