Presiden Prancis, Emmanuel Macron, menyatakan tidak bisa mencampuri keputusan redaksi majalah Charlie Hebdo yang kembali menerbitkan karikatur Nabi Muhammad S.A.W., yang memicu kecaman dari umat Muslim di dunia.
"Saya pikir sebagai Presiden Republik Prancis saya tidak boleh menilai keputusan editorial dari seorang jurnalis atau staf editorial. Karena ada kebebasan pers yang sangat melekat," ujar Macron kepada awak media di sela-sela kunjungannya di Beirut, Libanon, seperti dilansir Associated Press, Rabu (2/9).
Macron lantas melanjutkan pernyataannya dengan mengatakan, "Di Prancis juga ada kebebasan untuk mengutuk yang melekat erat dengan kebebasan hati nurani. Dari sudut pandang itu, saya akan tetap melindungi segala bentuk kebebasan itu, jadi bukan wewenang saya menilai keputusan para jurnalis itu. Saya hanya bisa mengatakan bahwa di Prancis kita bisa mengkritik pemerintah, presiden, dan bahkan mengutuknya".
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengadilan Prancis akan mengadili 13 orang tersangka yang diduga terkait dalam serangan terhadap kantor redaksi Charlie Hebdo pada 2015 silam.
Pelaku menyerbu kantor redaksi majalah itu dan melepaskan tembakan senjata api ke arah staf redaksi. Mereka juga menyerang sebuah gerai swalayan makanan halal (kosher) untuk etnis Yahudi.
Para pelaku mengklaim aksi mereka sebagai balasan penerbitan karikatur tersebut.
Majalah Charlie Hebdo menerbitkan karikatur itu pada 2006 silam. Akibat kejadian itu, 17 orang meninggal termasuk tiga pelaku.
Menurut Macron, dia berharap kejadian itu membuat para penduduk di Prancis saling menghormati pendirian dan sikap satu sama lain, dan tidak terjebak saling mengecam satu sama lain dan memicu kebencian di antara sesama.
"Saya mengatakan karena sepertinya ada yang hilang dari perdebatan yang biasa terjadi di antara kita dan hal itu tidak ada hubungannya dengan 'Charlie' karena sketsa bukan ujaran kebencian," kata Macron.
(associated press/ayp)