Mantan Kepala Penjara Tuol Sleng atau S-21 rezim Khmer Merah, Kaing Guek Eav atau yang dikenal sebagai Komandan Duch, meninggal pada usia 77 tahun di Kamboja.
Duch divonis terbukti melakukan kejahatan kemanusiaan dan mengaku telah mengawasi penyiksaan dan pembunuhan terhadap 16 ribu orang penduduk Kamboja selama masa pemerintahan Khmer Merah. Dia dijatuhi penjara seumur hidup karena kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Dilansir Associated Press, Rabu (2/9), juru bicara pengadilan di Phnom Penh yang menangani persidangan atas kejahatan Khmer Merah, Neth Pheaktra, mengatakan dia meninggal di sebuah rumah sakit di Kamboja pada Rabu pagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala penjara tempat Duch dipindahkan dari fasilitas penjara pengadilan pada 2013, Chat Sineang, mengatakan Duch dirawat di Rumah Sakit Persahabatan Soviet-Kamboja setelah mengalami kesulitan bernapas pada Senin di penjara provinsi Kandal.
Dia menambahkan bahwa jenazah Duch akan divisum memastikan penyebab kematian sebelum diserahkan kepada pihak keluarga.
Duch yang menjalani persidangan pada 2009, merupakan tokoh senior Khmer Merah pertama yang menghadapi pengadilan yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), untuk memberikan keadilan atas kekejaman rezim itu pada akhir 1970-an. Khmer Merah disebut bertanggung jawab atas kematian 1,7 juta orang selama masa pemerintahan.
Jumlah itu adalah seperempat populasi Kamboja pada saat itu.
Pengadilan yang didirikan pada 2004 berdasarkan kesepakatan antara PBB dan pemerintah Kamboja itu telah menelan biaya lebih dari US$360 juta atau sekitar Rp5,3 triliun.
Sebagai komandan penjara Tuol Sleng yang sangat rahasia dengan nama sandi S-21, Duch adalah salah satu dari sedikit mantan anggota Khmer Rouge yang mengakui bertanggung jawab sebagian atas tindakannya dalam persidangan.
![]() |
Persidangannya mencakup kesaksiannya yang sangat memilukan tentang bagaimana orang-orang disiksa di penjara itu. Penjara Tuol Sleng mulanya adalah sekolah menengah sebelum diubah oleh Khmer Merah.
Bangunan itu sekarang difungsikan menjadi museum dengan memperlihatkan foto-foto tahanan yang tewas disiksa, serta ilustrasi tentang penyiksaan dan alat-alat yang digunakan untuk melakukan penyiksaan saat interogasi.
Bahkan, Khmer Merah tidak segan menganiaya anggotanya sendiri yang dinilai tidak setia.
Laki-laki, perempuan, dan anak-anak yang dipandang sebagai musuh rezim atau yang tidak mematuhi perintah akan dipenjara dan disiksa di penjara S-21. Hanya segelintir orang saja yang bisa selamat.
"Setiap orang yang ditangkap dan dikirim ke S-21 diperkirakan sudah meninggal," ujar Duch dalam kesaksiannya pada April 2009.
Di pengadilan, Duch mengaku memerintahkan para sipir memukuli, mencambuk, dan menyetrum tahanan dengan perangkat listrik. Namun, dia tetap menyangkal laporan dari para penyintas dan saksi persidangan lainnya yang menyebutkan bahwa dia sendiri ikut serta dalam penyiksaan dan eksekusi.
Sejak persidangan Duch, pengadilan sudah menghukum dua pemimpin tinggi Khmer Merah. Sementara dua terdakwa lainnya meninggal sebelum persidangan mereka selesai.
Rezim Khmer Merah yang memerintah Kamboja dari 1975-1979 dituduh melakukan genosida karena menyebabkan begitu banyak kematian. Banyak orang dieksekusi, kelaparan, dan kurang mendapatkan perawatan medis dikarenakan kebijakan radikalnya.
Seperti banyak anggota kunci Khmer Merah lainnya, Duch adalah seorang akademisi sebelum ia menjadi seorang revolusioner. Mantan guru matematika itu bergabung dengan gerakan Pol Pot pada 1967, tiga tahun sebelum Amerika Serikat memulai pengeboman di Kamboja untuk melenyapkan pasukan Vietnam Utara dan Viet Cong di dalam perbatasan.
Kepala Pusat Dokumentasi Kamboja, Youk Chhang, yang telah mengumpulkan banyak sekali arsip tentang tragedi negara itu mengatakan kematian Duch "adalah pengingat bagi kita semua untuk mengingat para korban Khmer Merah. Dan keadilan itu tetap menjadi jalan yang sulit bagi Kamboja".
(ans/ayp)