Parlemen Thailand menunda keputusan amandemen undang-undang dasar, meski terus didesak oleh kalangan aktivis pro-demokrasi.
Keputusan itu diambil pada Kamis (24/9) dalam sidang di parlemen Thailand di Bangkok. Para pegiat sudah hampir dua bulan berunjuk rasa menuntut parlemen mengubah undang-undang dasar Negeri Gajah Putih, dan mereformasi peran serta posisi kerajaan.
Seperti dilansir Associated Press, Jumat (25/9), ketimbang langsung membahas inti permasalahan, anggota parlemen Thailand yang dikuasai pendukung pemerintah Perdana Menteri Prayuth Chan-o-Cha malah memutuskan akan terlebih dulu membentuk komisi khusus untuk mengkaji persoalan amandemen. Hal itu dinilai oleh kelompok oposisi dan kelompok aktivis sebagai upaya membuang-buang waktu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kelompok pegiat pro-demokrasi Thailand mempunyai tiga tuntutan dalam amandemen. Yaitu mereka ingin mereformasi posisi dan peran kerajaan, membatasi kekuasaan para senator yang tidak dipilih melalui pemilihan umum, dan proses pemilihan anggota parlemen.
Dia luar gedung parlemen, sekitar seribu demonstran berunjuk rasa menuntut aspirasi mereka dilaksanakan. Namun, ternyata harapan mereka kandas dan mengancam akan terus berunjuk rasa sepanjang Oktober jika tuntutan mereka tidak dikabulkan hingga 30 September.
Komisi khusus itu berisi anggota parlemen dari faksi pendukung pemerintah dan oposisi di Majelis Rendah, serta sejumlah anggota Senat yang tidak didukung partai politik tertentu.
Amandemen UUD adalah salah satu tuntutan mahasiswa dan para aktivis Thailand, selain desakan untuk menggelar pemilihan umum dan penguatan demokrasi.
Di sisi lain, kalangan bangsawan dan kerajaan juga mendesak pemerintahan PM Prayuth untuk tidak mengusik mereka. Sebab, sebagian masyarakat Thailand menganggap kerajaan sebagai sesuatu yang sakral dan tidak boleh sembarangan diganggu.
UUD yang berlaku di Thailand saat ini dibuat setelah militer, yang saat itu dipimpin oleh Prayuth, mengkudeta pemerintahan sipil yang dipimpin PM Yingluck Shinawatra pada 2014. Mereka lantas menggelar proses jajak pendapat untuk mencari dukungan dari rakyat.
Dalam referendum itu penduduk sipil dipaksa memberikan suara.
Para aktivis menyatakan UUD yang saat ini berlaku hanya bertujuan untuk mengamankan kekuasaan kerajaan, birokrat dan militer.
Setelah pemerintahan langsung di bawah raja berakhir pada 1932, Thailand sudah 20 kali dirundung kudeta. Sejak itu pula mereka memiliki 20 UUD yang berbeda dan dibuat oleh pemerintah yang berkuasa saat itu.
(associated press/ayp)