Polisi Thailand menangkap dua aktivis pro demokrasi atas tuduhan melakukan kekerasan kepada Ratu Suthida saat menggelar aksi di Bangkok.
Mereka yakni Ekachai Hongkangwan dan Bunkueanun Paothong yang berkerumun di sekitar iring-iringan mobil Kerajaan pada hari Rabu (14/10).
Saat itu iring-iringan tengah membawa Ratu Suthida dan di waktu yang sama demonstrasi besar sedang terjadi di dekat kantor pemerintah di ibu kota.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sebuah siaran langsung di akun Facebooknya yang dilakukan Jumat pagi waktu setempat, Bunkueanun menyatakan akan menyerahkan diri ke pihak kepolisian.
"Saya dituduh mencoba menyakiti Ratu. Saya tidak bersalah. Itu bukan niat saya," ucapnya dilansir dari AFP, Selasa (16/10).
Sementara itu, Ekacai mengatakan kepada AFP melalui telepon bahwa dia juga telah didakwa dan polisi kemudian mengonfirmasi penahanan tersebut.
Kedua pria itu bisa menghadapi hukuman penjara seumur hidup berdasarkan undang-undang yang tidak digunakan selama beberapa dekade dan menghukum setiap "tindakan kekerasan terhadap ratu atau kebebasannya".
Ini adalah pertama kalinya dakwaan serius diajukan terhadap aktivis pro-demokrasi. Banyak di antaranya telah terkena dakwaan yang lebih ringan termasuk penghasutan dan pelanggaran aturan virus corona pada pertemuan.
Para pengunjuk rasa telah menentang dekrit darurat yang diterbitkan pemerintah Thailand pada Kamis pagi.
Adapun dekrit itu melarang pertemuan lebih dari empat orang untuk menuntut pembebasan puluhan aktivis yang ditangkap.
Menghadapi polisi, masa meneriakkan "Bebaskan teman-teman kami!" dan "Prayut, keluar!", menampilkan salam tiga jari yang diadopsi dari film "Hunger Games" sebagai simbol gerakan yang sedang berkembang.
Di antara aktivis ternama yang ditangkap pada hari Kamis adalah Panusaya "Rung" Sithijirawattanakul, yang penahanannya disiarkan langsung di Facebook.
Anon Numpa, aktivis terkemuka lainnya, mengatakan dia dibawa secara paksa dengan helikopter ke Chiang Mai di Thailand utara. Pengacaranya Krisadang Nutcharut berkata bahwa Anon telah ditahan di penjara Chiang Mai.
Gelombang protes telah pecah di Thailand sejak awal bulan lalu menuntut reformasi demokrasi dan sistem pemerintahan. Awalnya demo tidak pernah ricuh seperti ini hingga akhirnya pemerintah mengeluarkan dekrit darurat.
Di dalam dekrit, pemerintah menuduh banyak orang telah menghasut masyarakat untuk menyebabkan kekacauan di Bangkok.
"Ada perilaku yang mempengaruhi iring-iringan kerajaan, dan ada alasan untuk percaya bahwa ada perilaku kekerasan yang mempengaruhi keamanan negara, keselamatan dalam hidup atau aset rakyat dan negara," bunyi dekrit tersebut dilansir dari Nikkei Asia, Kamis (15/10).
Lebih lanjut pemerintah menyatakan apa yang telah dilakukan demonstran saat ini bukanlah aksi damai.
Keadaan seperti itu kata pemerintah juga dapat memperburuk situasi ekonomi dalam negeri yang memang sudah terpuruk karena pandemi.
"Ini bukan pertemuan damai yang disahkan oleh konstitusi. Ini juga berdampak langsung pada pengendalian Covid-19, yang secara langsung berdampak pada perekonomian bangsa yang rentan. Sangat penting untuk segera dilakukan tindakan perbaikan ini dan menghentikan perilaku ini secara efektif sehingga hukum dihormati dan publik tertib."
(ndn/dea)