Polisi Hong Kong menangkap tiga mantan anggota parlemen pro-demokrasi Hong Kong pada Rabu (18/11) karena dianggap mengganggu pertemuan legislatif beberapa bulan lalu. Ketiga mantan anggota oposisi itu yakni yakni Ted Hui, Eddie Chu, dan Raymond Chan.
Dalam unggahan di akun Facebook, ketiga mantan anggota parlemen itu mengatakan bahwa mereka ditangkap terkait insiden di ruang utama legislatif.
Dalam sebuah pernyataan, polisi Hong Kong mengatakan pihaknya telah menangkap tiga orang atas tuduhan penghinaan di badan legislatif dan bermaksud untuk menyakiti orang lain. Namun polisi tidak membeberkan nama ketiga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bulan lalu ketiganya dianggap mengganggu rapat legislatif saat memperdebatkan peraturan lagu kebangsaan yang bisa menghukum setiap penghinaan atau penyalahgunaan atas lagu kebangsaan China "March of Volunteers".
Pada 28 Mei, Hui bergegas ke depan ruangan badan legislatif, melemparkan tanaman, dan mencoba menendangnya ke arah presiden badan legislatif. Sementara Chu memercikkan sebotol cairan di tempat yang sama.
Sepekan kemudian, Chan menyembunyikan sepanci cairan keras di lentera kertas dan berusaha mendekati bagian depan ruangan anggota legislatif. Tapi ia kemudian menjatuhkan dan mengabaikannya saat dihentikan oleh petugas keamanan.
Di hari yang sama, Hui juga memercikkan cairan ke depan gedung badan legislatif hingga dikawal paksa untuk keluar.
Penangkapan anggota parlemen adalah upaya terbaru dari serangkaian penangkapan dalam beberapa bulan terakhir. Awal bulan ini, tujuh anggota parlemen pro-demokrasi, termasuk Chu dan Chan, ditangkap karena kekacauan dalam pertemuan legislatif pada 8 Mei.
Chu dan Chan mundur dari badan legislatif sebagai bentuk protes setelah pemimpin Hong Kong, Carrie Lam menunda pemilu legislatif selama satu tahun dengan alasan pandemi virus corona.
Mereka mengatakan penundaan itu melanggar Undang-Undang Dasar, konstitusi mini Hong Kong, yang berlaku setelah negara itu dikembalikan ke China pada 1997.
Kubu pro-demokrasi berharap dapat memenangkan mayoritas suara dalam pemilu yang dijadwalkan pada September. Mereka mengkritik penundaan pemilu sebagai upaya pemerintah pro-Beijing untuk menggagalkan upaya mereka.
Selama rapat anggota legislatif, bentrokan terjadi antara kubu pro-Beijing dan pro-demokrasi saat berdebat tentang siapa yang akan memimpin komite yang mengawasi RUU.
Pekan lalu, 15 anggota parlemen pro-demokrasi mengundurkan diri secara massal setelah Beijing mengeluarkan resolusi yang mengakibatkan empat anggotanya didiskualifikasi dari legislatif.
Hui dan anggota parlemen lain, Claudia Mo meninggalkan jabatan mereka pada pekan lalu. Sementara anggota parlemen yang tersisa diperkirakan akan bertahan hingga 1 Desember.
Kubu pro-demokrasi dalam beberapa bulan terakhir menuduh pemerintah Hong Kong dan pemerintah pusat China di Beijing memperketat kontrol atas wilayah semi-otonom China, sebagai tanggapan atas banyaknya tuntutan demokrasi.
Mereka mengatakan pihak berwenang menghancurkan otonomi yang dijanjikan kepada Hong Kong, yang telah menjadi pusat keuangan global dengan kebebasan yang lebih besar daripada China.
(ans/evn)