Seorang wanita di Amerika Serikat meninggal karena Covid-19 pada Kamis (3/12), hanya berselang 18 hari setelah melahirkan anak keduanya.
Erika Becerra, nama wanita itu, dinyatakan positif corona ketika sedang hamil delapan bulan. Tak lama setelah itu, tubuhnya mulai sakit, dia mengalami demam, dan merasakan sesak napas.
Dilansir New York Times, Erika melahirkan seorang bayi laki-laki bernama Diego pada 15 November di rumah sakit Detroit. Kakak laki-laki Erika mengatakan kepada KCBS-TV di Los Angeles bahwa saudarinya belum sama sekali menggendong sang buah hati.
Kesehatan Erika pasca melahirkan terus menurun begitu cepat, sehingga dokter harus memasangkan ventilator selama 18 hari. Namun nyawa Erika (33) tidak tertolong dan ia meninggal pada Kamis (3/12) dengan dikelilingi oleh keluarga.
"(Saya) benar-benar syok, dia baik-baik saja. Saya tidak dapat berkata-kata. Saya masih mencoba bangun dari mimpi buruk ini," kata ibu baptis Erika, Claudia Garcia.
Garcia menuturkan keluarganya tidak mengetahui bagaimana Erika tertular virus corona. Tapi para kerabatnya berspekulasi bahwa Erika terinfeksi pada awal November.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat itu, Erika banyak melakukan kunjungan ke dokter ketika mulai mengalami kontraksi ringan. Erika mengetahui bahwa dia terinfeksi Covid-19 pada 7 November.
Suami Erika, putrinya yang berusia satu tahun, dan putra yang baru lahir dinyatakan negatif Covid-19.
Garcia mengatakan Erika sangat gembira saat mengetahui bahwa dia akan memiliki anak laki-laki.
"Dia sangat gembira. Dia (mungkin) akan berkata 'Saya akan memiliki anak laki-laki dan saya memiliki anak perempuan dan mereka akan tumbuh bersama'," kata Garcia.
Dokter Kandungan di NewYork-Presbyterian/Columbia University Irving Medical Center, Cynthia Gyamfi-Bannerman, mengatakan seseorang yang sedang hamil secara umum akan lebih sulit untuk bernapas.
"Ketika Anda berpikir tentang rahim yang tumbuh, secara umum, saat hamil (Anda akan) lebih sulit untuk bernapas. Selain itu, penyakit pernapasan membuatnya terasa lebih menantang," kata Bannermen.
Dia mengatakan kematian Erika menjadi pengingat bagi perempuan hamil akan pentingnya menjaga jarak, memakai masker, dan mengurangi waktu berada di luar rumah.
Tapi dia menuturkan bahwa para dokter masih membutuhkan lebih banyak data untuk lebih memahami risiko tertular virus corona bagi perempuan hamil.
"Sebagian besar perempuan hamil dengan Covid (dapat) sembuh dengan baik," kata Bannerman.
Bulan lalu, studi dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) menemukan bahwa perempuan hamil yang terpapar Covid-19 menghadapi peningkatan risiko kematian sebesar 70 persen dibandingkan perempuan tidak hamil yang memiliki gejala Covid-19.
Perempuan hamil juga secara signifikan lebih mungkin membutuhkan perawatan intensif dan ventilasi mekanis dibandingkan perempuan tidak hamil.
Kendati demikian, menurut CDC, risiko kematian absolut bagi perempuan hamil yang tertular Covid-19 masih lebih rendah daripada perempuan hamil yang tertular virus H1N1.
Sebuah studi pada 19 November yang diterbitkan di JAMA Network Open juga menemukan bahwa 95 persen perempuan hamil yang positif mengidap Covid-19 tidak memiliki dampak membahayakan.