Saat negara kaya berebut membeli pasokan terbatas vaksin corona buatan perusahaan ternama, China turun tangan menawarkan vaksin buatannya ke negara miskin.
Tapi penawaran itu tidak sepenuhnya altruistik atau tulus, melainkan Beijing mengharapkan pengembalian dalam bentuk hubungan diplomatik jangka panjang.
Strategi tersebut kemungkinan membawa banyak manfaat bagi Negeri Tirai Bambu, seperti: mengalihkan kemarahan dan kritik atas penanganan awal Beijing terhadap pandemi, meningkatkan profil perusahaan bioteknologi, dan memperkuat sekaligus memperluas pengaruh di Asia dan sekitarnya.
"Tidak diragukan lagi China sedang mempraktikkan diplomasi vaksin dalam upaya untuk memperbaiki citranya yang ternoda," kata Senior Fellow untuk kesehatan global di Council on Foreign Relations (CFR), Huang Yanzhong kepada AFP.
"Itu juga telah menjadi alat untuk meningkatkan pengaruh global China dan mengatasi masalah geopolitik," ujarnya.
Menurut Huang, langkah Presiden Xi Jinping yang menawarkan vaksin ke seluruh dunia sebagai "barang publik" juga memungkinkan China untuk mencatatkan diri sebagai pemimpin dalam kesehatan global.
Langkah itu menyusul mundurnya Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump yang mengedepankan doktrin "America First".
Terlepas dari kritik atas penanganan awal China terhadap wabah, Beijing telah membuktikan kemampuannya dalam mengendalikan Covid-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu ditunjukkan lewat gambar-gambar yang dimuat media pemerintah setempat, menunjukkan situasi yang telah berjalan normal seperti biasa.
Pada bulan-bulan awal pandemi, Beijing bergegas mengekspor jutaan masker, Alat Pelindung Diri (APD), dan mengirim tim medis untuk membantu sistem perawatan kesehatan di Eropa dan Afrika.
Seiring berjalannya waktu, perusahaan farmasi di negara Barat mulai memasarkan vaksin Covid-19 buatan mereka.
Tak mau kalah, China pun meluncurkan versi vaksinnya sendiri dengan menandatangani perjanjian untuk memasok jutaan dosis, termasuk ke negara-negara yang terkadang memiliki hubungan buruk dengan Tiongkok.
Para diplomat China telah menandatangani kesepakatan dengan Malaysia dan Filipina. Padahal, kedua negara itu sebelumnya kerap mengeluhkan ambisi ekspansionis Beijing di Laut China Selatan (LCS).
Pada Agustus, Perdana Menteri China Li Keqiang juga menjanjikan akses vaksin prioritas ke negara-negara di sepanjang sungai Mekong.
"'Diplomasi vaksin' China bukanlah tanpa syarat," kata Ardhitya Eduard Yeremia dan Klaus Heinrich Raditio dalam sebuah makalah yang diterbitkan bulan ini oleh lembaga Yusof Ishak yang berbasis di Singapura.
"Beijing dapat menggunakan pasokan vaksinnya untuk memajukan agenda regionalnya, terutama pada masalah sensitif seperti klaimnya di Laut China Selatan," ucap mereka.
Seorang analis di Essence Securities, perusahaan pialang yang berbasis di Hong Kong, menilai saat ini China berada di posisi yang menguntungkan.
"Setiap orang meronta-ronta meminta vaksin dan Beijing berada dalam posisi yang baik untuk memanfaatkan emas di dasar piramida," kata seorang analis di Essence Securities yang berbicara secara anonim.
Sementara itu, raksasa e-commerce Alibaba telah membangun gudang di Ethiopia dan Dubai yang akan berfungsi sebagai pusat distribusi vaksin untuk Afrika dan Timur Tengah.
Beijing juga sedang membangun fasilitas produksi vaksin di negara-negara seperti Brasil, Maroko, dan Indonesia yang telah berpartisipasi dalam uji coba global vaksin buatan Sinovac Biotech.
Tak berhenti sampai di situ, China juga telah menjanjikan pinjaman sebesar US$1 miliar kepada negara-negara Amerika Latin dan Karibia untuk mendanai pengadaan vaksin.
"Semua upaya ini, yang dicap sebagai 'Jalur Sutra Kesehatan', membantu China memulihkan reputasi nasionalnya sambil membuka pasar baru bagi perusahaannya," kata Kirk Lancaster dari CFR.
Sejauh ini, China memiliki empat vaksin yang sedang dalam tahap pengembangan dan telah diujikan ke manusia secara massal di sejumlah negara termasuk Brasil, Uni Emirat Arab, Turki, dan Indonesia.
Namun berbeda dengan produsen vaksin seperti Moderna, AstraZeneca, dan Johnson&Johnson, hanya sedikit informasi yang telah dipublikasikan tentang keamanan atau kemanjuran vaksin China.