Thailand menjadi negara di luar Wuhan, China daratan yang dianggap paling rentan terhadap paparan pandemi virus corona. Bukan tanpa alasan, Thailand menjadi negara kedua setelah China yang melaporkan kasus Covid-19 di awal 2020.
Kasus pertama ditemukan pada 13 Januari dari seorang lansia perempuan berusia 61 tahun yang baru datang dari Wuhan dan dinyatakan positif Covid-19 di Bangkok.
Padahal saat itu Thailand sedang berada di puncak musim penerimaan turis dengan menyambut berbagai turis dari seluruh dunia. Thailand pun diprediksi akan menghadapi wabah besar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun sebelas bulan kemudian, seperti beberapa negara di Asia Tenggara lainnya, Thailand berhasil menghindari dampak terparah dari virus tersebut. Hingga Selasa (15/12), Thailand mencatat 'hanya' 4.246 infeksi sejak awal tahun dan angka kematian sebanyak 60 orang.
Kepala Divisi Penyakit Menular di Universitas Thammasat, Anucha Apisarnthanarak, mengatakan keberhasilan negara tergantung pada komunikasi yang jelas oleh para ahli kesehatan dan keterlibatan ilmuwan untuk memimpin penanganan yang efektif untuk diikuti oleh publik.
"Saya pikir salah satu intervensi yang paling berdampak adalah pemakaian masker secara universal," ujarnya.
"Kami melakukannya bukan karena kami tahu (itu akan efektif) tapi karena entah bagaimana ini adalah budaya Asia," lanjutnya.
Menurut Anucha, saat ini ada bukti yang menunjukkan bahwa cara itu secara signifikan telah menurunkan jumlah infeksi dan kematian.
Karena Thailand mampu mengendalikan jumlah kasusnya, maka tim medis setempat dapat memberikan perawatan yang lebih baik kepada pasien Covid-19.
Setiap orang yang dipastikan mengidap Covid-19 akan dirawat di rumah sakit, bahkan meski mereka tidak menunjukkan gejala atau hanya memiliki gejala ringan. Kebijakan itu diambil untuk mengurangi risiko penularan lokal lanjutan dan menghindari sakit pasien menjadi kian parah.
Mengutip The Guardian, Supaporn Wacharapluesadee, Wakil Kepala Pusat Ilmu Kesehatan Penyakit Menular Palang Merah Thailand di rumah sakit Memorial King Chulalongkorn mengatakan Thailand awalnya hanya memiliki dua laboratorium pengujian Covid-19, tapi kini jumlahnya telah berkembang menjadi 250.
"Kami dapat melakukan deteksi dini untuk setiap kasus yang dicurigai," kata Supaporn.
Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Juli tentang respons Thailand terhadap Covid-19 menyatakan angka kematian kasus di negara itu sekitar 1,7 persen.
Anucha mengatakan peran demografi dan lingkungan kemungkinan turut berperan atas rendahnya kematian. Di Thailand, penyakit kesehatan seperti obesitas, hipertensi, dan diabetes relatif lebih jarang terjadi dibandingkan banyak negara lain dengan kasus Covid-19 paling parah.
Lihat juga:Kamboja Ingin Hindari Vaksin China Sinovac |
Seperti halnya Thailand, Kamboja juga mencatat penularan virus corona yang rendah. Per Selasa (15/12), kasus covid-19 nasional yang dikonfirmasi mencapai 362 dan sejauh ini tidak ada kematian.
Saat ini sebagian besar warga Kamboja telah menghabiskan banyak waktu di luar ruangan tanpa ketakutan besar terpapar virus corona.
Tapi beberapa orang menuding tingkat pengujian di Kamboja terbilang rendah dan mereka menyatakan keprihatinan khusus atas kerentanan penularan di lingkup narapidana karena penjara di sana terkenal sempit.
Bulan lalu, pemerintah Kamboja mengidentifikasi penularan di lingkungan penjara yang menginfeksi seorang direktur penjara. Dia diketahui sempat melakukan kontak dengan narapidana.
Pemimpin otoriter Kamboja, Hun Sen, tampaknya juga meremehkan Covid-19. Kelompok HAM menuduhnya menggunakan virus corona sebagai dalih untuk menindak perbedaan pendapat dan memperluas pengaruhnya.
Tapi kepala kesehatan darurat di Palang Merah Kamboja mengaku rumah sakit belum kewalahan menangani pasien. Dia justru membeberkan strategi kesuksesan negara dalam mengendalikan wabah.
"Pertama, promosikan pengendalian kasus impor; kedua, mencegah penyebaran di masyarakat; dan ketiga, meningkatkan pengobatan untuk kasus positif," ujarnya.
(ans/evn)