Sosok adik pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong-un, Kim Yo-jong hilang dari daftar anggota politburo Partai Buruh. Menghilangnya nama Kim menimbulkan beragam tanda tanya terkait statusnya setelah memiliki pengaruh kuat selama bertahun-tahun.
Partai Buruh menggelar pemilihan umum Komite Sentral di kongres multi-tahun (multi-year) yang sedang berlangsung untuk memetakan tujuan kebijakan diplomatik, militer, dan ekonomi negara selama lima tahun ke depan pada Minggu (10/1).
Media pemerintah Korut, KCNA pertama kali mewartakan jika Yo-jong memang tidak ada dalam daftar anggota politburo, tetapi akan tetap menjadi anggota Komite Sentral.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir Reuters, pengaruh Yo-jong telah tumbuh secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir. Awalnya ia menjabat sekretaris pribadi Kim. Perannya kemudian berubah sebagai utusan Korut untuk Korea Selatan, dan menjadi wakil direktur departemen partai utama yang bertugas mengawasi urusan personalia dan organisasi.
Pada 2017, ia menjadi perempuan kedua dalam patriarki Korut yang bergabung dengan politburo eksklusif setelah bibinya Kim Kyong Hui.
Lim Eul-chul, Profesor Studi Korea Utara di Universitas Kyungnam di Seoul menuturkan masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan mengenai status Yo-jong, mengingat ia masih anggota Komite Sentral.
"Masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan tentang statusnya, karena dia masih anggota Komite Sentral dan ada kemungkinan dia telah mengambil posisi penting lainnya," kata Eul-chul.
Selain itu, Komite Pusat juga memilih Kim sebagai sekretaris jenderal partai, menggantikan mendiang sang ayah Kim Jong-il.
KCNA melaporkan kongres "sepenuhnya menyetujui" proposal untuk mempromosikan Kim ke posisi itu sekaligus menyebutnya "kepala revolusi dan pusat bimbingan dan persatuan".
Kim telah memegang kekuasaan hampir absolut di Korut sejak menjabat menggantikan ayahnya pada 2011 silam. Pada 2012, Partai Buruh menyebut Jong-il sebagai 'sekretaris jenderal abadi', sementara anaknya sebagai 'sekretaris pertama'.
"Pengambilalihan Kim menunjukkan keyakinannya bahwa dia sekarang secara resmi bergabung dengan barisan ayah dan kakeknya," kata Yang Moo-jin, profesor di Universitas Kajian Korea Utara di Seoul.
(ans/evn)