Mantan presiden Amerika Serikat Donald Trump resmi lengser dari Gedung Putih setelah penerusnya, Joe Biden, resmi dilantik menggantikannya pada Rabu (20/1).
Meski sudah lengser, Dewan Perwakilan AS tetap berkeras melanjutkan sidang pemakzulan Trump.
Ketua DPR AS, Nancy Pelosi, mengatakan sidang pemakzulan Trump harus dilanjutkan walaupun pemerintahan AS saat ini di tangan Presiden Joe Biden telah menyerukan persatuan Amerika dalam pidato pelantikannya.
Dengan suara 232-197, DPR AS sepakat memakzulkan Trump untuk kedua kalinya tak lama setelah masa pendukung sang presiden merusuh di Gedung Capitol Hill, Washington D.C, pada 6 Januari lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
DPR AS dan banyak pihak lainnya menganggap Trump sedikit banyak ikut menyulut kerusuhan yang menyebabkan satu polisi Capitol Hill dan empat orang lainnya tewas itu.
Pelosi juga telah membentuk tim manajer pemakzulan Trump yang terdiri dari sejumlah anggota DPR AS. Tim manajer itu akan berperan sebagai jaksa penuntut Trump pada sidang pemakzulannya di tingkat Senat.
Trump sampai saat ini adalah satu-satunya Presiden yang dua kali dimakzulkan DPR AS.
Ia dimakzulkan DPR AS pada 2019 karena dinilai menyalahgunakan wewenang dengan mencoba menekan Ukraina untuk kepentingannya menjatuhkan Joe Biden yang saat itu menjadi lawannya di pemilu AS.
Konsekuensi bagi Trump
Jika Trump dinyatakan bersalah dalam sidang pemakzulan Senat, keputusan itu akan menjadi yang pertama kali terjadi di AS.
Sebab, sampai saat ini belum ada presiden yang dimakzulkan dan divonis bersalah oleh Senat setelah masa jabatannya berakhir. Dikutip Gulf News, Presiden Biden juga telah menyerahkan isu dakwaan Trump kepada Kementerian Kehakiman AS.
Sejauh ini, ada tiga Presiden AS yang dimakzulkan Kongres (DPR AS dan Senat). Ketiga presiden itu yakni Andrew Johnson, Bill Clinton, dan Trump sendiri.
Sementara itu, Presiden Richard Nixon menyatakan mundur dari jabatan sebelum sidang pemakzulan diputuskan DPR AS.
Dilansir The Washington Post, seorang presiden AS mungkin saja dimakzulkan dan didakwa bersalah setelah keluar dari Gedung Putih.
Namun, pemakzulan dan dakwaan terhadap Trump bisa diputus Senat dengan minimal dua per tiga suara atau 67 dari 100 suara. Dalam hal ini, butuh seluruh suara anggota Senat dari Partai Demokrat dan setidaknya 17 anggota Senat dari Partai Republik.
Keputusan sidang pemakzulan Trump di Senat diperlukan agar Kongres dapat memvonis sang mantan presiden bersalah dan melarang Trump mencalonkan diri lagi di pilpres mendatang.
"Saya pikir peristiwa semacam ini belum pernah terjadi dalam sejarah Amerika Serikat. Kalau pun dipaksakan, belum tentu para pembelot dari Partai Republik akan setuju," kata Dosen Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, kepada CNNIndonesia.com pada Jumat (22/1).
Namun, sampai saat ini belum diketahui dampak hukum apa yang akan dialami Trump jika sampai dimakzulkan Senat.
Dikutip ABC News, sejauh ini Profesor Hukum dari Vanderbilt University, Suzanna Sherry, hanya mengatakan Trump bisa saja terancam terkena sejumlah hukuman yang bisa merusak masa depan karier politiknya.
Bumerang Pemerintahan Biden
Rezasyah menilai proses pemakzulan ini terkesan dipaksakan hanya untuk mempermalukan Trump.
"Demokrat sudah menang secara hukum. Hendaknya tak perlu menunjukkan sikap angkuh mempermalukan Donald Trump. Peristiwa ini terkesan hanya ingin mempermalukan Trump," ujar Rezasyah.
Alih-alih membuat Trump jera, sidang pemakzulan ini dinilai Rezasyah justru bisa merugikan pemerintahan Biden sebab dapat memicu perpecahan politik dan warga AS yang semakin parah.
Tak hanya itu, jika sidang pemakzulan gagal, ini bisa menjadi citra yang buruk bagi Partai Demokrat ke depannya.
"Peristiwa ini terkesan hanya ingin mempermalukan Trump. Pemakzulan Trump ini berpotensi merugikan Joe Biden sendiri karena bisa memperburuk konflik horizontal yang sudah lama berlangsung di AS," ujar Rezasyah.
Rezasyah juga memprediksi kecil kemungkinan sidang pemakzulan akan berlanjut di Senat. Menurutnya, Senat tidak berani mengambil risiko terburuk.
"Bagi Trump, dia tidak merasa rugi. Karena dia sangat percaya diri. Trump dalam pidato terakhirnya justru menyatakan sudah membuat fondasi ekonomi yang akan dinikmati Partai Demokrat selama kuartal 1 kepemimpinan mereka. Sementara Partai Demorkat bisa rugi besar," kata Rezasyah.