Seluruh dunia mengecam tindakan militer Myanmar menahan pemimpin de facto, Aung San Suu Kyi dan melakukan kudeta, Senin (1/2).
Amerika Serikat memimpin pemerintah di seluruh dunia untuk menyerukan pemulihan demokrasi di Myanmar.
Militer mengambil alih kekuasaan eksekutif karena pemerintah sipil dinilai gagal bertindak mengatasi kecurangan pemilihan umum pada November lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Militer menuding ada jutaan pemilih palsu dalam pemilu kemarin dan menuntut Komisi Pemilihan Umum Myanmar memberikan daftar pemilih akhir untuk diverifikasi.
Juru Bicara Gedung Putih Jen Psaki mengatakan Amerika Serikat menentang setiap upaya yang mengubah hasil pemilu.
"Amerika serikat akan mengambil tindakan terhadap mereka yang bertanggung jawab jika langkah-langkah ini tidak dibatalkan," katanya.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken juga mendesak militer Myanmar membebaskan pejabat pemerintah dan masyarakat sipil yang mereka tahan.
Selain AS, berikut para pemimpin negara yang mengecam tindakan militer Myanmar.
Inggris
Perdana Menteri Inggris Borris Johnson mengutuk kudeta dan penahanan Suu Kyi. "Suara rakyat harus dihormati dan para pemimpin sipil dibebaskan," kata dia lewat Twitter.
China
China yang kerap menentang intervensi PBB di Myanmar, menyerukan semua pihak 'menyelesaikan perbedaan.'
"China adalah kerabat dekat Myanmar dan berharap berbagai pihak menyelesaikan perbedaan dengan cara yang benar, di bawah kerangka hukum dan konstitusi untuk menjaga stabilitas politik dan sosial," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin.
PBB
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dengan lantang mengutuk penahanan yang dilakukan militer terhadap Suu Kyi, Presiden Win Myint dan pemimpin lainnya.
Selaras dengan Gutteres, Juru Bicara Sekjen PBB Stephane Dujarric menyayangkan tindakan tentara Myanmar. "Perkembangan ini merupakan pukulan serius bagi reformasi demokrasi di Myanmar," katanya.
Jepang
Kementerian Luar Negeri Jepang mendesak pemerintah Myanmar untuk membebaskan Suu Kyi dan memulihkan demokrasi.
"Kami meminta pembebasan para pemangku kepentingan termasuk penasihat negara Aung San Suu Kyi yang ditahan hari ini," ujarnya.
Uni Eropa
Presiden Dewan Eropa Charles mengutuk keras kudeta tersebut. "Hasil Pemilu harus dihormati dan proses demokrasi perlu dipulihkan," cuit mantan perdana menteri Belgia itu.
Australia
Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne meminta agar militer menghormati supremasi hukum dan membebaskan semua yang ditahan.
"Kami menyerukan kepada militer untuk menghormati supremasi hukum, untuk menyelesaikan sengketa melalui mekanisme yang sah dan untuk segera membebaskan semua pemimpin sipil dan mereka yang ditahan secara tidak sah," katanya.
India
"Kami mencatat perkembangan di Myanmar dengan perhatian yang serius. India selalu teguh dalam mendukung proses transisi demokrasi di Myanmar. Kami percaya supremasi hukum dan proses demokrasi harus ditegakkan," ujar Kementerian Luar Negeri India dalam sebuah pernyataan.
ASEAN
Kementerian Luar Negeri Singapura menyampaikan kekhawatirannya atas situasi Myanmar hari ini.
"Kekhawatiran membesar terkait situasi terakhir di Myanmar". Ia juga menambahkan agar semua pihak untuk menahan diri.
Sementara, Juru Bicara Kepresidenan Filipina Harry Roque menyebut situasi itu adalah masalah internal. "Perhatian kami adalah keselamatan orang-orang," katanya.
"Angkatan bersenjata kami bersiaga jika kami perlu mengangkut mereka serta kapal angkatan laut untuk memulangkan mereka jika perlu."
Norwegia
"Kami mengutuk kejadian hari ini di #Myanmar. Kami mendesak para pemimpin militer untuk mematuhi morma-norma demokrasi dan menghormati hasil pemilu," kata Kementerian Luar Negeri Norwegia.
Kanada
Duta Besar Kanada untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa Bob Rae juga mengecam tindakan militer Myanmar itu. "Inilah apa yang disebut 'aturan hukum' sebagai penentang terhadap "supremasi hukum".
Kata dia, Konstitusi 2008 secara khusus dirancang untuk memastikan kekuatan militer mengakar dan terlindungi. Tatmadaw menulis konstitusi ini sebagai cara untuk melakukan kudeta.
Turki
Pemerintah Turki, yang pernah menjadi sasaran kudeta militer pada 2016 lalu, mengutuk perebutan kekuasaan dan menyerukan pembebasan para politisi.
"Kami mengutuk keras perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh tentara Myanmar. Turki menentang semua jenis kudeta dan berharap pembebasan para pemimpin terpilih, tokoh politik dan warga sipil yang ditahan," ujar Kementerian Luar Negeri Turki dalam sebuah pernyataan.
Bangladesh
Kementerian Luar Negeri Banglades mengharap agar proses demokrasi dan konstitusi di Myanmar bisa ditegakkan.
"Bangladesh dengan tegas berpegang dan mempromosikan etos demokrasi. Kami berharap bahwa proses demokrasi dan aturan konstitusional akan ditegakkan di Myanmar. Sebagai tetangga yang ramah dan dekat, kami ingin melihat perdamaian dan stabilitas di Myanmar," katanya.
Skandinavia
Norwegia, Swedia dan Denmark mengutuk perebutan kekuasaan oleh militer. Menteri Luar Negeri Swedia Ann Linde mendesak para pemimpin yang ditahan segera dibebaskan tanpa syarat.
"Para pemimpin sipil dan lainnya yang ditahan secara tidak sah harus dibebaskan segera dan tanpa syarat."
Sementara Menteri Luar negeri Denmark Jeppe Kofod mengatakan militer di bawah kendali sipil adalah prinsip demokrasi utama.
(isa/dea)