Polisi Myanmar mulai menembakkan peluru karet untuk membubarkan pedemo anti kudeta yang menggelar aksi protes di ibu kota Naypytiaw pada Selasa (9/2). Saksi mata menyebut jika tembakan peluru karet dilakukan setelah massa menentang larangan kegiatan keramaian yang melibatkan lima orang atau lebih.
Setidaknya tiga orang terluka dan mendapat perawatan di klinik terdekat. Dokter, yang meminta namanya tidak diungkap mengatakan jika klinik tempatnya bekerja menerima tiga pasien luka-luka, sementara tiga orang yang mengalami cedera di bagian kepala dipindahkan ke rumah sakit untuk perawatan lebih lanjut.
Seorang saksi mata mengatakan bahwa para pedemo berlari berusaha menyelamatkan diri saat polisi mulai menembakkan peluru karet ke udara, bukan ke arah kerumunan massa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saksi mata juga mengatakan bahwa polisi lebih dulu menembakkan meriam air (water cannon) untuk membubarkan massa. Ini menjadi tindakan represif polisi kedua terhadap pedemo yang menentang kudeta militer dan menuntut pembebasan Presiden Wyn Myint dan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi.
"Mereka (polisi) melepaskan tembakan peringatan ke udara dua kali, kemudian mereka menembak peluru karet (ke arah pengunjuk rasa)," kata seorang warga yang mengaku melihat beberapa orang terluka di lokasi demo kepada AFP.
Lihat juga:Kudeta Myanmar, Militer Salahkan Politikus |
Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar (Tatmadaw), Jenderal Min Aung Hlaing untuk pertama kalinya sejak terjadi kudeta militer menyampaikan pidato yang disiarkan melalui stasiun televisi Myawaddy TV.
Dalam pidatonya, Aung Hlaing menyalahkan para politikus yang dinilai tidak becus menyelesaikan sengketa hasil pemilihan umum sehingga memicu kudeta.
"Kami sudah meminta Komisi Pemilihan Umum, parlemen (Hluttaw) dan presiden untuk menyelesaikan masalah daftar pemilih, tetapi mereka gagal," katanya seperti dilansir Reuters.
Aung Hlaing menjanjikan bakal menggelar pemilihan umum yang jujur dan bebas sesuai UUD 2008, setelah masa darurat nasional dinyatakan berakhir.
Militer Myanmar menganggap pemilu yang dimenangkan oleh Aung San Suu Kyi dan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) itu curang. Tatmadaw menuding ada setidaknya 8 juta pemilih palsu yang terdaftar dalam pemilu lalu.
Selain Suu Kyi, Tatmadaw menahan sejumlah pejabat pemerintahan sipil lain, seperti Presiden Myanmar, Win Myint, dan sejumlah tokoh senior partai berkuasa, NLD.
Beberapa jam setelah menahan sejumlah pejabat, Tatmadaw mengumumkan status darurat militer selama satu tahun melalui stasiun televisi mereka, Myawaddy TV.
Milter juga memberlakukan jam malam dengan melarang kegiatan keramaian yang melibatkan lima orang atau lebih serta menerapkan jam malam mulai pukul 20.00 hingga 04.00.
(evn)