Persidangan pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, dan Presiden Wyn Myint dilaporkan telah berlangsung sehari lebih cepat dari jadwal dan dilakukan diam-diam tanpa sepengetahuan pengacara.
Pengacara Suu Kyi semula mengatakan bahwa Suu Kyi dan Wyn Myint diagendakan akan hadir dalam persidangan Selasa 16 dan 17 Februari 2021.
Namun, persidangan disebut dilakukan sehari lebih cepat setelah rezim junta militer mengajukan dakwaan baru terhadap Suu Kyi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di luar gedung Pengadilan Naypyidaw, Hakim Nan Aye Mya Thiri mengatakan polisi memutuskan melangsungkan persidangan Suu Kyi dan Wyn Myint pada Selasa (16/2).
Mya Thiri mengatakan Suu Kyi dan Wyn Myint hadir di pengadilan melalui tautan video conference dan keduanya tampak dalam keadaan sehat.
Pengacara Suu Kyi, Khin Maung Zaw, mengatakan dia tiba di ruang sidang setelah video conference antara jaksa, hakim, dan Suu Kyi selesai. Sejak Suu Kyi ditahan militer dalam kudeta pada 1 Februari lalu, Maung Zaw dilarang bertemu kliennya tersebut.
Menurut laporan New York Times, Maung Zaw menuturkan bahwa persidangan bisa berlangsung selama enam bulan hingga satu tahun.
Maung Zaw mengatakan Suu Kyi dan Win Myint akan melangsungkan sidang kedua mereka melalui video conference pada 1 Maret mendatang.
Setelah didakwa soal kepemilikan Walkie Talkie ilegal, Suu Kyi kembali menerima dakwaan baru terkait pelanggaran Undang-Undang Penanggulangan Bencana Alam. Dalam dakwaan baru itu, Suu Kyi dituduh melanggar aturan pemerintah terkait pandemi virus corona selama pemilu 2020.
Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Tom Andrews, mengatakan "persidangan rahasia" itu telah berlangsung akibat seruan demonstrasi menolak kudeta yang lebih besar kemungkinan akan berlangsung Rabu (17/2).
Lihat juga:Militer Myanmar Jamin Akan Gelar Pemilu |
Andrews mengkhawatirkan bentrokan antara aparat dan pemrotes anti-kudeta di Myanmar akan terus memburuk terutama setelah dirinya menerima laporan bahwa personel militer telah banyak dikerahkan ke kota-kota besar seperti Yangon.
"Saya khawatir kekerasan dalam skala yang lebih besar di Myanmar dari yang kita telah saksikan selama ini sejak pengambilalihan pemerintah secara ilegal pada 1 Februari akan terjadi pada hari Rabu," kata Andrews seperti dikutip The Guardian.
"Dulu, pergerakan pasukan seperti itu berujung pembunuhan, penghilangan, dan penahanan secara massal," ujarnya.
(rds/dea)