Aparat kepolisian mulai melakukan intimidasi dengan melakukan kunjungan ke kompleks perumahan staf maskapai penerbangan milik negara, Myanmar National Airlines (MNA) untuk memaksa mereka kembali bekerja dan berhenti menggelar aksi demo.
"Mereka datang ke perumahan Departemen Penerbangan Sipil mengancam staf, mengatakan hal-hal seperti, 'kami bisa menangkapmu kapan saja.' Mereka datang ke kompleks perumahan setiap malam. Staf sangat prihatin," kata seorang anggota staf darat MNA, yang tak mau namanya disebutkan.
Polisi tiba di Kotapraja Mingalardon, dekat Bandara Internasional pada Rabu (17/2) sekitar pukul 11 malam dan singgah sebentar, kata staf itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggota staf lapangan mengatakan kepada Frontier bahwa polisi penerbangan pada bulan Februari meminta kepada pihak manajemen daftar nama staf yang mengikuti pembangkangan sipil.
"Perusahan belum memberi kami tekanan apapun untuk bergabung dengan pembangkangan sipil tetapi mereka memanggil beberapa staff untuk memberitahu agar kembali bekerja dan para staf menolak permintaan itu," kata mereka.
Maskapai MNa menghnetikan penerbangan bantuan internasional mulai 6 Februari dan jadwal pelayanan penerbangan domestik mulai 10 Februari lantaran lebih dari setengah staf mereka ikut aksi memprotes kudeta militer. Sumber maskapai itu mengonfirmasi, pertama kali stafnya keluar dari pekejerannya pada 3 Februari dan sekitar 60 persen orang termasuk supervisor, staf darat, awak kabin, dan teknisi menolak bekerja.
Hilangnya tim pemeliharaan dan teknik sangat merugikan maskapai, lantaran tidak ada yang bisa memastikan pesawat aman saat lepas landas.
Seorang awak kabin, yang juga tak ingin disebutkan namanya, mengatakan kepada Frontier bahwa banyak staf turut melakukan pembangkangan sipil karena mereka tidak ingin bekerja di bawah pemerintahan militer, Selasa (16/2).
Meskipun MNA menjadi badan usaha pada tahun 2014, awak kabin itu mengatakan MNA masih di bawah pengaruh Kementerian Transportasi dan Komunikasi. Para staf khawatir junta militer ikut campur dalam operasional mereka.
MNA mengungkap saat ini sedang dalam proses menjadi perusahaan publik, kendati belum jelas apakah akan berlanjut setelah adanya kudeta.
"Kami akan berjuang untuk menjatuhkan diktator. Kami tdiak akan bekerja dengan militer. Kami tidak menginginkannya," kata awak kabin tersebut.
Berdasarkan surat dibagikan kepada Frontier, manajemen MAI memperingatkan stafnya untuk tidak ikut serta memprotes kudeta.
"Jangan memprotes sebagai individu atau kelompok di gedung dan bandara Bandara Internasional," tulis surat itu.
Selain ikut turun ke jalan, staf MNA juga ikut mendorong rekan-rekan pekerja maskapai penerbangan lain untuk bergabung dengan gerakan melawan militer.
"Kami sudah mendesak staf di MAI tapi sejauh ini mereka menolak bergabung bersama dalam pembangkangan sipil," kata awak kabin.
Pemimpin junta militer, Min Aung Hlaing membawa pulang warga Myanmar yang terdampar di luar negeri adalah prioritas pemerintahannya. Namun dengan adanya pelarangan penerbangan terhadap MNA, dia harus mengandalkan milik pribadi.
Operasional MNA saat ini dipegang 24 Hour Groups yang terus mengoperasikan penerbangan untuk bantuan internasional. Mereka juga mengoperasikan penerbangan charter dari China, yang dituduh para aktivis mengangkut peralatan dan teknisi untuk menerapkan pembatasan akses internet.
Baik Tatmadaw maupun pemerintah China membantah tuduhan itu. Kelompok bisnis China mengatakan bahwa penerbangan itu mengangkut kargo, termasuk makanan laut.
Maskapai domestik lain milik 24 Hour Group, Air KBZ, masih mengoperasikan penerbangan domestik berjadwal bersama beberapa maskapai lokal lainnya.
(evn)