Sekjen PBB Marah Militer Myanmar Masih Represif ke Pedemo

CNN Indonesia
Selasa, 23 Feb 2021 19:39 WIB
Sekjen PBB, Antonio Guterres, marah terhadap militer Myanmar yang masih bertindak represif demonstran yang menentang kudeta.
Ilustrasi demo menentang kudeta di Myanmar. (REUTERS/STRINGER)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, marah terhadap militer Myanmar yang tetap bertindak represif terhadap pengunjuk rasa yang menggelar demonstrasi damai menentang kudeta.

"Saya mendesak militer Myanmar berhenti bersikap represif," kata Guterres dalam rekaman video pidato pembukaan konferensi Dewan Hak Asasi Manusia PBB ke-46 di Jenewa, Swiss, seperti dilansir AFP, Selasa (23/2).

"Segera bebaskan para tahanan politik. Akhiri kekerasan. Hormati hak asasi manusia dan keinginan rakyat yang menyampaikan aspirasi mereka dalam pemilu lalu. Kudeta sudah tidak punya tempat di dunia modern," ujar Guterres.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sampai saat ini tercatat junta militer dan aparat keamanan Myanmar menahan 640 aktivis hingga politikus terkait kudeta. Mereka yang ditangkap adalah para pekerja jawatan kereta api, pegawai negeri, dan pegawai bank yang memilih meninggalkan pekerjaan mereka dan ikut berunjuk rasa.

"Kita sudah melihat bagaimana demokrasi diabaikan, dengan penggunaan kekuatan mematikan, penahanan tanpa proses hukum, hingga penindasan tanpa batas. Ruang masyarakat sipil dibatasi," ujar Guterres.

Selain itu, Guterres menyatakan kekerasan yang dilakukan aparat keamanan Myanmar terhadap masyarakat sipil adalah pelanggaran berat dan tidak ada yang mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dia mengatakan hal itu mirip dengan kasus genosida terhadap etnis Rohingya.

Guterres menyatakan dia tetap mendukung rakyat Myanmar yang menginginkan demokrasi, perdamaian, serta penegakan hukum dan hak asasi manusia.

Para menteri luar negeri negara anggota kelompok G7 mengecam kekerasan hingga menelan korban jiwa yang dilakukan militer Myanmar terhadap pengunjuk rasa yang menentang kudeta.

Pernyataan itu disampaikan dalam keterangan pers bersama kelompok negara G7.

"Kami mengecam intimidasi dan penindasan terhadap kelompok yang menentang kudeta. Kami juga tetap mengecam kudeta di Myanmar. Kami kembali mendesak pemerintah Myanmar untuk segera membebaskan para tahanan politik, termasuk Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint," demikian isi pernyataan bersama negara G7, seperti dilansir Reuters.

Dalam pernyataan itu, para menlu negara anggota G7 juga mendesak supaya pihak-pihak di Myanmar yang menghadapi unjuk rasa damai dengan kekerasan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Negara kelompok G7 terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada dan Prancis.

Infografis Jejak Seteru Suu Kyi vs Militer Myanmar dalam 1 Dekade(CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi)

Menanggapi hal itu, Kementerian Luar Negeri Myanmar menyatakan PBB dan sejumlah negara terlalu ikut campur dalam urusan dalam negeri mereka.

Sampai saat ini tercatat ada tiga demonstran anti-kudeta di Myanmar meninggal akibat tertembak peluru tajam aparat keamanan.

Angkatan Bersenjata Myanmar (Tatmadaw) yang dipimpin Jenderal Min Aung Hlaing mengkudeta pemerintahan sipil terpilih yang dipimpin Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint pada 1 Februari lalu.

Alasan militer melakukan kudeta adalah menjaga amanat Undang-Undang Dasar 2008 dan sengketa hasil pemilihan umum. Militer Myanmar lantas menangkap Suu Kyi dan Win Myint, serta sejumlah politikus dari partai berkuasa, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).

Militer menuduh ada indikasi kecurangan sehingga NLD memenangi pemilihan umum dan meraih 83 persen kursi di parlemen. Mereka menuduh pada pemilu yang dimenangkan Suu Kyi disebut terdapat setidaknya 8 juta pemilih palsu.

Komisi Pemilihan Umum Myanmar membantah tuduhan kudeta itu.

Min Aung Hlaing mengatakan bakal menggelar pemilihan umum yang jujur dan bebas usai status masa darurat nasional selama satu tahun dinyatakan berakhir.

Saat ini Suu Kyi dijerat dengan dua perkara, yakni kepemilikan dan impor walkie-talkie ilegal serta melanggar UU Penanggulangan Bencana. Sedangkan Win dituduh melanggar protokol kesehatan dan UU Penanggulangan Bencana saat berkampanye pada tahun lalu. Keduanya kini menjadi tahanan rumah.

(ayp/ayp)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER