Sejumlah peristiwa terjadi di berbagai belahan dunia pada Kamis (25//2). Mulai dari Jepang ingin setop bantuan untuk Myanmar buntut kudeta hingga dokumen intelijen Amerika Serikat ungkap keterlibatan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman dalam pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.
1. Jepang Ingin Setop Bantuan untuk Myanmar Buntut Kudeta
Jepang dilaporkan berencana menghentikan bantuan pembangunan ke Myanmar menyusul terjadinya kudeta militer.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Harian Asashi Shimbun melaporkan rencana itu diungkap setelah Barat telah menjatuhkan sanksi lebih dulu kepada Myanmar.
Surat kabar itu mengatakan pemerintah Jepang berusaha menahan diri untuk tidak menyebut Penangguhan Bantuan Resmi (ODA) sebagai "sanksi" dan mencoba membujuk junta militer agar mencapai solusi demokratis melalui dialog.
2. Pelajar hingga Dokter Myanmar Rencanakan Demo Besar-besaran
Pelajar hingga dokter di Myanmar berencana menggelar unjuk rasa besar di Pusat Kota Yangon, pada Kamis (25/2) untuk melawan kudeta militer.
Para pelajar diminta membawa buku teks yang berisi pendidikan militer sehingga bisa dihancurkan saat unjuk rasa.
Sementara dokter-dokter akan mengadakan protes sebagai bagian dari apa yang disebut revolusi jas putih.
Banyak profesional dan pekerja pemerintah juga telah bergabung dalam kampanye pembangkangan sipil untuk melawan kudeta.
"Kami, para mahasiswa, harus menghancurkan kediktatoran," kata Kaung Sat Wai, 25, di luar kampus universitas Yangon seperti dikutip dari Reuters.
3. Dokumen AS Beber Keterlibatan MbS di Pembunuhan Khashoggi
Laporan intelijen Amerika Serikat mengungkap detil keterlibatan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MbS) dalam pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi pada 2018.
Dokumen tersebut rencananya akan dirilis hari ini, Kamis (25/2 ). Demikian diungkap empat pejabat AS yang mengetahui masalah tersebut dilansir dari Reuters.
Para pejabat mengatakan laporan itu menyebut putra mahkota menyetujui dan kemungkinan memerintahkan pembunuhan Khashoggi.
Presiden Joe Biden mengaku telah membaca laporan itu.
Rilis laporan itu merupakan bagian dari kebijakan Biden untuk mengatur kembali hubungan dengan Riyadh. Biden memang sudah berencana untuk berbicara dengan Raja Arab Saudi Salman melalui telepon.
(dea)