Inggris soal Meghan Markle hingga Myanmar Bebaskan Demonstran
Sejumlah peristiwa terjadi di berbagai belahan dunia pada Selasa (9//3). Mulai dari Inggris buka suara soal kulit gelap anak Meghan Markle-Harry hingga militer Myanmar bebaskan ribuan demonstran yang ditahan.
1. Inggris Buka Suara soal Kulit Gelap Anak Meghan Markle-Harry
Wawancara Meghan Markle dengan Oprah Winfrey pada Minggu (7/3) menjadi sorotan publik lantaran mengungkap sejumlah hal yang mengejutkan terkait keluarga Kerajaan Inggris.
Salah satu yang menjadi sorotan publik adalah pernyataan istri dari Pangeran Harry itu yang mengklaim bahwa ada satu anggota keluarga Kerajaan Inggris yang sempat khawatir dengan warna kulit anaknya, Archie Harrison, mengingat ia merupakan keturunan Afrika-Amerika.
Pengakuan Markle itu mengindikasikan sentimen rasial yang kuat di dalam monarki Inggris tersebut.
Menanggapi klaim Markle itu, Menteri Urusan Anak-Anak Inggris, Vicky Ford, mengatakan bahwa sikap rasisme tidak bisa diterima.
2. Berontak, Dubes Myanmar Desak Militer Bebaskan Suu Kyi
Duta Besar Myanmar untuk Inggris, Kyaw Zwar Minn, menyerukan pembebasan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi, yang ditahan militer sejak kudeta 1 Februari lalu.
Selain Suu Kyi, Zwar Minn juga mendesak junta militer membebaskan pejabat pemerintah sipil Myanmar lainnya, termasuk Presiden Win Myint yang ikut diciduk saat kudeta berlangsung.
"Kami meminta pembebasan Penasihat Negara Daw Aung San Suu Kyi dan Presiden U Win Myint," kata Zwar Minn melalui pernyataan resminya yang dirilis di akun Facebook kedutaan pada Senin (8/3).
3. Militer Myanmar Bebaskan Ribuan Demonstran yang Ditahan
Ribuan demonstran muda anti-kudeta Myanmar yang ditahan oleh pasukan keamanan di Yangon akhirnya dibebaskan.
Pembebasan itu, kata para aktivis, setelah adanya seruan dari Barat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Selasa (9/8).
Aktivis pemuda Shar Ya Mone mengatakan dia berada di sebuah gedung dengan 15 hingga 20 orang lainnya, namun sekarang sudah dapat kembali pulang.
"Ada banyak tumpangan mobil gratis dan orang-orang menyambut para pengunjuk rasa," kata Shar Ya Mone melalui telepon dikutip dari Reuters.
Ia berjanji akan terus berdemonstrasi sampai kediktatoran di Myanmar berakhir.
(dea)