Militer Myanmar memaksa memeriksa ponsel warga sipil dan melakukan penangkapan di pintu masuk kota Minhla atas tuduhan terlibat gerakan pembangkangan sipil.
Personel bersenjata menangkap dua pria berusia 20-an, Kaung Myat Phyo dan Aung Ko.
Penangkapan itu dilakukan setelah militer memaksa melihat-lihat HP mereka untuk mencari bukti yang menunjukkan dukungan atau keterlibatan dalam gerakan pembangkangan sipil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sejak kemarin pagi, telepon sudah diperiksa. Kedua anak muda itu ditangkap setelah telepon mereka diperiksa," kata seorang penduduk Minhla seperti dikutip dari Myanmar Now, Jumat (12/3).
Polisi telah memeriksa gerbang masuk ke kota sejak kemarin untuk mencegah pengunjuk rasa memasuki daerah tersebut.
Myanmar Now mengetahui bahwa Kaung Myat Phyo dan Aung Ko adalah pekerja harian di Perusahaan Minyak dan Gas Myanmar.
Mereka ditahan di Pabrik Bahan Pertahanan No. 10, juga dikenal sebagai Ka Pa Sa 10, dekat Minhla.
Di pintu masuk yang sama menuju kota Minhla, Kepala Sekolah Menengah di Htangaing, Win Aung Nyein, ditahan oleh pasukan keamanan pada Kamis pagi (11/3).
Dia dilaporkan ditangkap karena ikut serta dalam aksi mogok massal Gerakan Pembangkangan Sipil (CDM).
Hingga saat ini, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat sudah 70 orang pengunjuk rasa di Myanmar tewas.
Selain itu, diperkirakan ada sekitar 2.000 orang yang ditahan aparat lantaran mengikuti aksi menolak kudeta yang terus berlangsung.
Penyelidik Hak Asasi Manusia PBB, Thomas Andrews, menyampaikan kepada Dewan HAM PBB ada indikasi militer Myanmar melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Andrews mendesak agar PBB memberikan sanksi multilateral kepada junta Myanmar dan perusahaan energi milik negara, Perusahaan Minyak dan Gas Myanmar.
Sementara China, melalui Duta Besar untuk PBB, Zhang Jun menyerukan Myanmar untuk membuka komunikasi.
"Untuk melanjutkan de-eskalasi, sudah waktunya berdialog."
China mengklaim telah berpartisipasi dalam mengatasi krisis di Myanmar dengan cara yang "konstruktif".
(isa/dea)