Pengadilan Sapporo, Jepang memutuskan bahwa kegagalan pemerintah untuk mengakui pernikahan sesama jenis sebagai perbuatan inkonstitusional. Ini menjadi putusan yudisial pertama di Jepang yang menyangkut kesetaraan dalam institusi pernikahan.
Pengadilan memutuskan bahwa Jepang gagal memberikan cara bagi pasangan sesama jenis untuk menikmati bahkan sebagian dari efek hukum yang timbul dari pernikahan. Hal itu dianggap melanggar Pasal 14 yang mengatur kesetaraan di mata hukum.
Keputusan tersebut menjadi legalisasi pernikahan sesama jenis pertama di Jepang. Hal ini sekaligus menjadi kemenangan bagi kaum LGBT yang selama ini memperjuangkan hak kesetaraan mereka di mata hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama ini pernikahan didasarkan pada ikatan antara dua gender berbeda.
Mengutip AFP, putusan ini menjadi kemenangan simbolis besar bagi Jepang yang menjadi satu-satunya negara anggota G7 yang tidak sepenuhnya mengaku pernikahan sesama jenis.
Pengadilan distrik Sapporo membatalkan tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh enam penggugat sesama jenis yang meminta pemerintah Jepang membayar masing-masing 1 juta yen atau sekitar Rp192 juta sebagai pengakuan atas penderitaan mereka sebagai pasangan sesama jenis. Para penggugat juga menuntut pemerintah Jepang secara resmi mengakui pernikahan mereka.
Kasus serupa hingga saat ini juga sedang disidangkan di empat pengadilan lain di seluruh Jepang. Putusan ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi hasil dari kasus serupa dan bisa mengubah opini publik.
Namun butuh waktu lama untuk merevisi undang-undang baru sebagai legalitas sebelum pernikahan sesama jenis benar-benar terjadi.
Direktur kelompok aktivis pendukung LGBT, Marriage for All Japan, Gon Matsunaka menyambut positif dan mengaku sangat senang dengan putusan tersebut.
"Saya sangat senang. Sampai keputusan diumumkan, kami tidak tahu ini yang akan kami dapatkan dan saya sangat senang," kata Matsunaka yang juga perwakilan di Pride House Tokyo.
Berdasarkan aturan yang berlaku saat ini, pasangan sesama jenis tidak diizinkan untuk menikah, mewarisi aset milik pasangan (termasuk rumah yang dihuni bersama), dan tidak memiliki hak asuh atas anak pasangannya.
Kendati demikian, putusan tersebut menyebut tak akan memenuhi permintaan ganti rugi, sebab anggota parlemen mungkin telah berjuang untuk membuat undang-undang soal pernikahan sesama jenis.
Dalam cuitannya anggota parlemen dari partai oposisi, Kanako Otsuji yang secara terbuka menyatakan dukungan kepada kaum LGBT mengatakan bahwa dia senang dengan putusan tersebut.
"Dengan putusan ini, saya mendesak Diet, sebagai cabang legislatif dari pemerintah, untuk mempertimbangkan usulan amandemen KUHP Perdata untuk memungkinkan pernikahan sesama jenis," tulisnya.
Putusan ini dikeluarkan menyusul tuntutan yang diajukan puluhan pasangan sesama jenis di Jepang pada 2019. Dalam tuntutan hukum di pengadilan distrik di seluruh Jepang, mereka mengajukan legalisasi pernikahan sesama jenis.
Secara historis, Jepang sangat toleran terhadap hubungan sesama jenis. Salah satu contohnya, saat Negeri Matahari Terbit itu mendokumentasikan kasus prajurit samurai yang memiliki kekasih laki-laki di masa feodal.
Namun pda akhir abad ke-19, persepsi Barat mengenai LGBT kian diadopsi di Jepang. Salah satu bentuk kemajuan yakni ketika distrik Shibuya pada 2016 lalu mengeluarkan sertifikat yang menjadi simbol pengakuan terhadap hubungan sesama jenis.
(isa/evn)