Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengecam demonstrasi pendukung kaum Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) yang telah berlangsung sekitar sebulan terakhir sebagai gerakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai negara tersebut.
Erdogan bahkan membandingkan para pedemo yang mayoritas merupakan kaum pelajar dan mahasiswa itu sebagai "teroris".
Aparat Turki dilaporkan telah menahan lebih dari 300 pelajar di Istanbul dan Ibu Kota Ankara selama demonstrasi berlangsung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Demonstrasi itu dipicu oleh keputusan Erdogan memilih loyalisnya, Melih Bulu, sebagai rektor universitas elit di Istanbul, Bogazici University.
Lihat juga:Erdogan Rancang Konstitusi Baru Turki |
Penunjukkan Bulu menimbulkan banyak protes lantaran dinilai para mahasiswa sebagai bagian dari upaya Erdogan mengendalikan sebagian besar aspek kehidupan warga Turki sehari-hari.
Sekelompok mahasiswa bahkan nekat menerobos kantor rektor. Empat mahasiswa juga ditahan setelah menggantung lukisan bergambar bendera pelangi simbol LGBT dengan Kabah di Mekkah.
Keempat mahasiswa itu ditahan karena dianggap menyulut ujaran kebencian.
"Apakah Anda mahasiswa atau teroris yang berani menggerebek kantor rektor? Negara ini tidak akan menjadi tempat di mana teroris menang. Kami tidak pernah mengizinkan ini," kata Erdogan dalam pidatonya yang disiarkan televisi nasional seperti dikutip AFP pada Rabu (3/2).
Pada awal pekan ini, Erdogan bahkan memperingatkan partainya, AKP, untuk tak terlibat gerakan protes ini. Ia bahkan menganggap gerakan pemuda AKP jauh dari "kaum pemuda LGBT" yang menggerakan demonstrasi.
"LGBT itu tidak ada. Negara ini bermoral, dan akan berjalan ke masa depan dengan nilai-nilai ini," kata Erdogan.
Komentar Erdogan itu muncul sehari setelah polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet untuk membubarkan ribuan massa pemrotes di Istanbul dan Ankara.
Polisi Turki melaporkan menangkap lebih dari 170 pedemo selama demonstrasi berlangsung.
Tak tinggal diam, seruan untuk menggelar protes yang lebih besar lagi sebagai solidaritas terhadap mahasiswa Bogazici di seluruh Turki juga telah bergaung.
Ini menjadi salah satu tantangan kepemimpinan dan dilema politik besar bagi Erdogan sejak 2013, di mana protes nasional yang awalnya dipicu oleh penentangan terhadap rencana pemerintah menghancurkan sebuah taman di Istanbul.
Respons pemerintahan Erdogan terhadap demonstrasi memicu kecaman dari Amerika Serikat. Melalui Kementerian Luar Negeri, AS mengecam retorika Erdogan terkait demonstrasi dan kaum LGBT.
"Kami mengutuk penahanan mahasiswa dan demonstran lainnya dan sangat mengutuk retorika anti-LGBT seputar demonstrasi," kata juru bicara Kemlu AS, Ned Price.
Erdogan menegaskan bahwa protes selama sebulan terakhir ini tidak ada kaitannya dengan kebebasan berekspresi.
(rds/evn)