Kongres Amerika Serikat memanggil dan memeriksa para petinggi Facebook, Google dan Twitter tentang persoalan penyebaran misinformasi dan konten ekstrem, terkait serangan ke Capitol Hill pada 6 Januari dan vaksin virus corona.
Dilansir CNN, Jumat (26/3), para petinggi perusahaan berbasis internet yang dipanggil itu adalah CEO Facebook Mark Zuckerberg, CEO Google Sundar Pichai, dan CEO Twitter Jack Dorsey.
Mereka akan dicecar oleh anggota Komisi Energi dan Perdagangan Dewan Perwakilan AS. Permasalahan yang menjadi sorotan adalah penyebaran kabar kecurangan dalam pemilihan presiden AS pada 2020 silam dan informasi yang meragukan soal vaksin virus corona.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, para anggota komisi itu juga akan mencecar ketiganya soal algoritma yang dipakai untuk menyebarkan informasi dan menganalisis kebiasaan pengguna hingga dugaan pembiaran terhadap misinformasi.
Menurut Koordinator Sub Komisi Komunikasi dan Teknologi, Mike Doyle, para stafnya bisa dengan mudah menemukan konten tentang anti-vaksin di Facebook, Instagram, Twitter hingga YouTube.
"Anda bisa mencabut konten ini. Anda bisa mengurangi jumlah orang-orang yang bisa melihat konten ini. Kalian bisa memperbaiki hal ini. Namun kalian memilih tidak melakukannya," kata Doyle.
"Kalian punya alasan. Namun, seiring berjalannya waktu kalian memilih membiarkan dan mengambil keuntungan di atas kesehatan dan keselamatan pengguna," lanjut Doyle.
Para petinggi media berbasis internet itu terus disorot dalam hal penyebaran muatan ajaran ekstremis. Meski mereka menyatakan sudah berupaya mencegah, tetapi hal itu dinilai belum cukup dan memicu penyerbuan yang dilakukan para pendukung Trump ke Gedung Kongres.
Ketiga petinggi perusahaan teknologi itu juga untuk pertama kalinya dipanggil oleh anggota Kongres yang baru, setelah mereka sepakat membekukan akun Donald Trump di seluruh media sosial.
Sidang dengar pendapat ini juga memperlihatkan upaya Dewan Perwakilan dan Senat AS untuk mengatur praktik bisnis para perusahaan berbasis internet itu.
Kedua lembaga itu menyiapkan undang-undang yang berupaya membatasi dominasi dan persaingan usaha yang tidak sehat para perusahaan berbasis internet itu.
Selain itu, para anggota dewan juga ingin mengatur supaya Facebook hingga Twitter tidak bisa sembarangan menggunakan data pribadi seseorang demi keuntungan bisnis.
Dalam sidang itu, anggota dewan dari Partai Demokrat menekankan persoalan penggunaan algoritma oleh para perusahaan itu untuk menganalisis sikap pengguna demi keuntungan bisnis, serta dampak negatif dari proses itu terhadap pengguna dan masyarakat.
Sedangkan para anggota dewan Partai Republik menyoroti soal pengaruh negatif terhadap anak-anak yang terbiasa menggunakan media sosial atau internet.
(ayp/ayp)