Rusia mengaku sangat prihatin dengan jumlah korban yang terus bertambah sejak aksi damai menolak kudeta militer Myanmar berlangsung,
Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan meski Rusia memiliki hubungan lama dan "konstruktif" dengan Myanmar, namun bukan berarti mereka menyepakati peristiwa tragis di negara tersebut.
"Kami sangat prihatin dengan meningkatnya jumlah korban sipil," kata Peskov, Senin (29/3) seperti dikutip dari AFP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wakil Menteri Pertahanan Rusia Alexander Fomin dan pejabat lainnya bergabung dalam parade tahunan yang memamerkan kehebatan militer Myanmar pada akhir pekan lalu.
Dalam pernyataan yang dirilis oleh kementerian, Fomin mengatakan Myanmar adalah sekutu dan mitra strategis yang dapat diandalkan Rusia di Asia Tenggara.
Moskow, menurut pernyataan itu juga ingin memperdalam "kerja sama militer dan militer-teknis dalam semangat kemitraan strategis".
Pada parade tersebut, Rusia memamerkan peralatannya termasuk tank T-72, jet tempur MiG-29, dan helikopter Mi-24.
Sebelumnya, Pemimpin kudeta militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing menyatakan bahwa Rusia merupakan teman sejati.
Kedekatan mereka tercermin saat perwakilan Rusia hadir dalam peringatan Hari Angkatan Bersenjata yang dirayakan militer Myanmar, Sabtu (27/3).
"Rusia adalah teman sejati," kata Min Aung Hlaing mengutip Reuters.
Ada delapan delegasi internasional yang menghadiri acara itu di Myanmar termasuk perwakilan dari China, India, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, Laos, dan Thailand.
Semua negara itu mengirim perwakilan, hanya Rusia yang satu-satunya mengirim pejabat kementerian. Hal ini menjadi sorotan di tengah tekanan internasional terhadap junta meningkat pekan ini dengan sanksi baru Amerika Serikat dan Eropa.
Gejolak protes kudeta terus berlangsung hingga kini. Tak hanya dari warga sipil, kelompok etnis bersenjata dan milisi lainnya turut melawan junta militer.
Salah satunya Tentara Arakan yang menyatakan diri bergabung dengan sipil. Ibu-ibu hingga pelajar di sebuah desa juga mulai belajar angkat senjata untuk melawan kekejaman militer.
Menurut laporan Lembaga Asosiasi Bantuan, per Senin (29/3) jumlah orang yang tewas sejak kudeta militer mencapai 510 orang. Sementara dan 2.574 ditahan militer Myanmar.
(isa/dea)