Pemerintah Norwegia mendesak seluruh warganya yang masih berada di Myanmar supaya segera pulang.
Penyebabnya adalah kondisi di negara itu semakin tidak kondusif akibat kekerasan aparat keamanan dalam menghadapi aksi unjuk rasa menentang kudeta.
"Masih memungkinkan untuk meninggalkan Myanmar tetapi ini dapat berubah dalam waktu singkat," demikian isi imbauan Kementerian Luar Negeri Norwegia, seperti dikutip Reuters, Selasa (30/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah Norwegia menyatakan sampai saat ini mereka dan negara di kawasan Skandinavia masih memantau ketat situasi di Myanmar.
Perusahaan telekomunikasi Norwegia, Telenor, mempunyai kantor perwakilan di Myanmar. Menurut juru bicara perusahaan itu, ada dua warga Norwegia yang menjadi petinggi di kantor perwakilan itu.
"Kami sudah menerima peringatan perjalanan dari Kementerian Luar Negeri dan akan segera mengambil penilaian utuh terkait kondisi ini," kata juru bicara Telenor yang tidak disebutkan namanya.
Kerusuhan akibat kudeta militer terus memburuk di Myanmar.
Lembaga Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) melaporkan 510 warga sipil tewas dua bulan sejak kudeta terjadi.
Pasukan keamanan bahkan dilaporkan membunuh 114 orang termasuk anak-anak dalam sehari dalam bentrokan antara aparat dan pengunjuk rasa pro-demokrasi pada Sabtu (27/3) kemarin.
Tekanan dari dunia, baik di kawasan Asia Tenggara maupun negara berpengaruh seperti Amerika Serikat hingga Inggris, nampaknya belum mampu membuat junta Myanmar tunduk, meski sudah dikenakan berbagai sanksi.
Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) pun nampak tidak berdaya untuk mencarikan jalan keluar dalam gejolak di Myanmar.
(ayp/ayp)