Amerika Serikat mendesak China untuk menggunakan pengaruh mereka guna menekan junta militer Myanmar supaya menghentikan kekerasan terhadap pedemo yang menentang kudeta.
"Tentu saja kami meminta kepada China, pemerintah mereka di Beijing, untuk menggunakan pengaruhnya guna menjerat para dalang kudeta," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS, Ned Price, dalam jumpa pers di Washington D.C., seperti dilansir Reuters, Kamis (1/4).
Hubungan China dan Myanmar selama ini sangat erat, terutama dalam hal ekonomi. Sebab, China melihat Myanmar sebagai mitra strategis untuk kepentingan mereka memperluas pengaruh ekonomi dalam program Gagasan Jalan Sabuk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
China juga selama ini mendukung Myanmar dari kritik Blok Barat seperti AS hingga Uni Eropa.
Sebab, meski negara-negara Barat menjatuhkan beragam sanksi, China memilih menahan diri dan tetap menjaga hubungan baik dengan Myanmar. Hal itu terlihat ketika mereka menolak usulan sanksi yang dibahas dalam rapat tertutup di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) kemarin.
"Apa yang dilakukan di junta Myanmar bukan menjadi keinginan AS. Itu juga bukan keinginan mitra dan sekutu. Dan itu juga bukan keinginan Beijing," kata Price.
Berdasarkan laporan Perhimpunan Bantuan untuk Tahanan Politik Myanmar (AAPP), jumlah korban tewas dalam krisis politik selepas kudeta mencapai 536 orang, sementara yang ditahan junta militer sebanyak 2729 orang.
China adalah salah satu mitra dagang Myanmar yang cukup kuat dan menanam modal dalam jumlah besar di negara itu. Jika mereka tidak menolak sanksi itu, maka kerja sama ekonomi di antara kedua negara kemungkinan bakal terganggu.
Negeri Tirai Bambu juga pernah memperingatkan Myanmar untuk menjaga kepentingan bisnis mereka, setelah kejadian pedemo membakar sejumlah pabrik milik perusahaan China.
(ayp/ayp)