Dipaksa Squat 300 Kali, Pria Filipina Langgar Lockdown Wafat

CNN Indonesia
Kamis, 08 Apr 2021 20:17 WIB
Seorang lelaki Filipina meninggal setelah dihukum squat jump 300 kali lantaran dinilai melanggar jam malam karantina wilayah dari virus corona.
Ilustrasi makam. (iStockphoto/BrankoPhoto)
Jakarta, CNN Indonesia --

Seorang lelaki warga Filipina, Darren Manog Penaredondo (28), meninggal setelah dihukum melakukan squat jump 300 kali lantaran dinilai melanggar jam malam untuk menekan penyebaran virus corona (Covid-19).

Dilansir CNN, Kamis (8/4), menurut keluarga mendiang, Darren yang tinggal di kota General Trias, Provinsi Capite, terpaksa keluar rumah pada malam hari membeli air minum. Di tengah perjalanan, dia dihentikan polisi dan dihukum untuk melakukan squat jump 100 kali.

Polisi terus mengulangi perintah itu, hingga Darren melakukannya sampai 300 kali.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dia mulai kejang pada Sabtu (3/4) tapi kita berhasil membuatnya pulih. Lalu tubuhnya melemah, dan kami berusaha kembali memulihkannya. Namun dia sudah koma," ucap keluarganya, menurut laporan itu.

Darren dilaporkan mengembuskan meninggal pada pukul 22.00. Kementerian Dalam Negeri Filipina dan Pemerintah Daerah serta Walikota General Trias memerintahkan untuk mengusut kejadian yang mengakibatkan kematian Darren.

"Semua petugas polisi yang terbukti melanggar hukum akan diadili dan dijatuhi hukuman (administratif) dan pidana yang sesuai," ujar Wakil Menteri Kementerian Dalam Negeri, Jonathan Malaya, melalui pesan singkat.

Kematian Darren dinilai memperlihatkan kekejaman petugas kepolisian Filipina.

Dalam sebuah pernyataan pada Maret lalu, organisasi pemantau hak asasi manusia. Human Right Watch (HRW), mengatakan polisi Filipina mengunci lima pemuda di dalam kandang anjing karena melanggar karantina wilayah. Mereka juga dilaporkan memaksa orang untuk duduk di bawah sinar matahari di siang bolong sebagai hukuman sebab melanggar jam malam.

Advokat dan pendiri Free Legal Assistance Group (FLAG), Jose Manuel Diokno, mengatakan bahwa tidak sah mengurung orang di dalam sangkar atau membuat orang melakukan skuat 300 kali.

"Satu-satunya hukuman yang dapat dijatuhkan oleh penegak hukum untuk segala jenis pelanggaran adalah yang ditemukan dalam hukum lokal dan hukum nasional, dan kami tidak memiliki undang-undang yang mengizinkan orang untuk dimasukkan ke dalam kandang anjing atau dipaksa berolahraga dalam waktu lama, dengan periode waktu tertentu," katanya.

Pada 2020 lalu, Presiden Filipina Rodrigo Duterte menyatakan polisi akan menembak mati siapapun yang melanggar aturan pembatasan Covid-19.

"Saya tidak akan ragu-ragu. Perintah saya adalah kepada polisi, militer jika mereka menjadi berulah dan mereka melawan Anda, dan hidup Anda terancam, tembak mereka sampai mati," kata Duterte dalam pidatonya.

Dalam 12 bulan terakhir, sejumlah warga Filipina ditahan karena dianggap melanggar aturan karantina wilayah. Antara Maret sampai Agustus 2020, hampir 290 ribu orang diberi peringatan, didenda, atau diperkarakan sebab melanggar aturan karantina.

Menurut HRW, sejak Duterte menerapkan lockdown di pulau Luzon, Filipina, pada 16 Maret lalu, ratusan orang ditangkap di Manila.

Pemerintah Filipina beralasan cara represif diperlukan untuk mengendalikan wabah virus corona di negara itu. Namun seorang peneliti senior di HRW, Carlos Conde, berpendapat kasus yang melonjak adalah bukti pengawasan ketat pemerintah tidak berhasil.

Sebaliknya, keputusan untuk menangkap orang secara massal membuat orang-orang ditahan sehingga penjara penuh dan sesak hingga sulit memberlakukan jaga jarak.

Perintah lockdown juga merugikan orang-orang yang harus bekerja di luar rumah dan menyulitkan kelompok masyarakat miskin.

Menurut Carlos, pemerintah Filipina memperlakukan Covid-19 sebagai masalah keamanan masyarakat dan bukan masalah kesehatan.

"Saya kira polisi, tentara dan pemerintah daerah mereka semakin berani melakukan pelanggaran hak asasi manusia bahkan lebih selama pandemi," kata Carlos.

Salah satu kuasa hukum FLAG, Diokno, mengatakan hak asasi manusia semakin terdegradasi karena pandemi.

"Selain korban jiwa, korban pertama pandemi adalah hak dan kebebasan demokrasi," kata Diokno.

Hingga kini, jumlah kasus Covid-19 di Filipina mencapai 819 ribu orang, sementara angka kematian mencapai 14.059 jiwa.

(ayp/ayp)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER