Pemerintah Turki menyebut sikap Amerika Serikat sangat keterlaluan, setelah Presiden Joe Biden menyatakan pembantaian Armenia di oleh Kekaisaran Turki Ottoman pada 1915 silam sebagai genosida.
Hal itu disampaikan oleh juru bicara Kepresidenan Turki sekaligus penasihat presiden, Ibrahim Kalin pada hari Minggu (25/4).
"Untuk mereduksi semua itu menjadi satu kata dan mencoba mengimplikasikan keterlibatan Turki, nenek moyang Ottoman kami terlibat dalam aksi genosida, sungguh keterlaluan," kata Kalin, dikutip dari Reuters.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu tidak didukung oleh fakta sejarah," lanjut Kalin.
Turki menyatakan akan menyatakan sikap terkait pernyataan Biden dalam waktu dekat.
"Akan ada reaksi dalam berbagai bentuk dan jenis dan derajat dalam beberapa hari dan bulan mendatang," kata Kalin, kepada Reuters dalam sebuah wawancara.
Lebih lanjut Karin mengatakan, setelah pejabat Turki lainnya mengecam pernyataan Biden, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, akan membahas masalah tersebut dalam rapat kabinet yang digelar hari ini, Senin (26/4).
"Pada waktu dan tempat yang kami anggap tepat, kami akan terus menanggapi pernyataan yang sangat disayangkan dan tidak adil ini," ujarnya.
Kalin mengatakan parlemen Turki diperkirakan akan membuat pernyataan terkait hal itu pada pekan ini. Para pengamat mengatakan anggota parlemen mungkin membalas secara lisan pernyataan Biden dengan menyatakan perlakuan terhadap penduduk asli Amerika oleh para pendatang dari Eropa sebagai genosida.
Kalin tak merinci langkah-langkah lebih jauh yang akan diambil pemerintah Turki. Termasuk apakah Turki akan membatasi akses AS ke pangkalan udara Incirlik di selatan Turki atau hal lain.
Turki mengakui bahwa banyak orang Armenia yang tinggal di Kekaisaran Ottoman tewas dalam bentrokan Perang Dunia I. Namun, mereka menyangkal pembunuhan itu merupakan genosida yang dilakukan secara sistematis.
Selama beberapa dasawarsa, upaya untuk menyatakan terjadi genosida di Armenia terhenti di AS. Kongres dan sebagian besar Presiden AS memilih menahan diri untuk tidak melabeli peristiwa itu sebagai genosida.
Mereka menahan diri sebab khawatir akan merusak hubungan dengan Turki.
Akan tetapi, hubungan bilateral sudah bermasalah. AS menjatuhkan sanksi kepada Turki atas pembelian rudal S-400 dari Rusia.
Sementara Turki geram karena AS mempersenjatai kelompok milisi Kurdi di Suriah dan menolak mengekstradisi ulama Fethullah Gulen yang dituduh sebagai dalang kudeta, yang saat ini bermukim di AS.
Menurut Kalin, mengurai perselisihan itu akan lebih sulit.
"Segala sesuatu yang kami lakukan dengan Amerika Serikat akan berada di bawah pernyataan yang sangat disayangkan ini," ujar Kalin.
Menurut direktur kelompok penelitian Yayasan Marshall Jerman di Ankara, Ozgur Unluhisarcikli, selain membatasi akses ke Incirlik, Turki juga memiliki opsi untuk membatasi koordinasi militer dengan Amerika Serikat di Suriah dan Irak, atau mengurangi upaya diplomatik untuk mendukung pembicaraan perdamaian Afghanistan.
Akan tetapi, pada kenyataannya opsi Erdogan terbatas karena ia tengah berjuang menghadapi pandemi virus corona (Covid-19) di negaranya. Sementara itu, nilai tukar mata uang lira juga terus anjlok hingga mendekati posisi terendah sepanjang masa terhadap Dolar AS pada pekan lalu.
"Ini adalah periode yang sulit bagi Turki dan ini bukan saat ketika Turki ingin bertengkar dengan siapa pun, apalagi Amerika Serikat," kata Unluhisarcikli.
Kalin menyebut pejabat AS mengatakan kepada Turki bahwa deklarasi tersebut tidak akan memberikan dasar hukum apa pun untuk klaim ganti rugi di masa mendatang. Namun demikian, Erdogan mengatakan kepada Biden bahwa bakal menjadi kesalahan besar jika pernyataan soal Armenia itu dilanjutkan.
Hal itu disampaikan saat mereka berbicara melalui telepon pada Jumat (23/4) pekan lalu. Pembicaraan itu merupakan percakapan pertama mereka sejak Biden menjabat tiga bulan lalu.
(isa/ayp)