ANALISIS

Lima Konsensus ASEAN soal Myanmar: Solusi atau Formalitas?

CNN Indonesia
Selasa, 27 Apr 2021 18:51 WIB
Pertemuan pemimpin negara ASEAN masih menimbulkan keraguan yakni apakah mampu menghentikan kekerasan di Myanmar.
Panglima Militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing. (AP/Rusman)

Wakil direktur Human Rights Watch Asia yang berbasis di Bangkok, Phil Robertson, menganggap pertemuan ASEAN yang digagas Presiden Joko Widodo itu minim langkah konkret.

Dilansir The South China Morning Post, menurut Robertson, lima poin konsensus ASEAN tidak akan berpengaruh memperbaiki krisis Myanmar dalam waktu dekat.

"ASEAN tidak dapat menutupi fakta bahwa tidak ada kesepakatan dari junta Myanmar untuk membebaskan lebih dari 3.300 tahanan politik yang saat ini ditahan, termasuk tokoh politik senior yang mungkin akan terlibat dalam penyelesaian yang dinegosiasikan untuk krisis tersebut," kata Robertson melalui pernyataan pada Minggu (25/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Robertson juga mengatakan ada "kekhawatiran nyata" tentang lima konsensus Myanmar mengingat salah satu kelemahan ASEAN selama ini terletak pada minimnya pelaksanaan keputusan dan rencana yang dikeluarkan blok itu sendiri.

Berbeda dengan Kyaw dan Robertson, peneliti Pusat Kajian Strategis dan Internasional (CSIS) Indonesia, Evan Laksmana, menganggap pertemuan ASEAN pada akhir pekan lalu menjadi salah satu tonggak penting.

Hal itu, menurutnya, menandakan bahwa negara ASEAN masih "cukup bersatu" untuk "memberikan sesuatu".

Sebab, selama ini negara ASEAN juga masih memiliki pandangan yang beragam dalam memandang kudeta Myanmar. Sejumlah negara seperti Thailand, Kamboja, dan Vietnam menganggap krisis dan kudeta di Myanmar merupakan masalah domestik sehingga tidak perlu campur tangan ASEAN.

Sementara itu, Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Brunei cukup vokal mengangkat isu Myanmar agar dibahas ASEAN.

"Apa yang kita miliki saat ini adalah dasar dan awal dari proses yang dipimpin ASEAN," kata Evan melalui kicauannya di Twitter.

"Lima poin konsensus bukan lah kesepakatan akhir atau solusi untuk krisis. Jadi para pengkritik yang tidak senang dengan hasil tersebut harus bisa mengusulkan ide-ide yang bisa diterapkan untuk disertakan dalam proses saat kita bergerak maju untuk Myanmar," paparnya menambahkan.

Seorang analis senior di Institut Kajian Strategis dan Internasional Malaysia, Thomas Daniel, juga menganggap bahwa keberhasilan ASEAN menggelar dialog tatap muka dengan Panglima Militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, kemarin merupakan "langkah maju yang penting" dalam membantu menangani krisis di negara tersebut.

Sementara itu, peneliti politik Asia Tenggara yang berbasis di Canberra, Australia, Hunter Marston, menuturkan meski saat ini junta militer merupakan sumber konflik di Myanmar, ASEAN juga perlu memulai mengikutsertakan pemerintah bayangan Myanmar, National Unity Government, dalam setiap upaya penyelesaian krisis di negara tersebut.

"Saya pikir buktinya ada pada apa yang akan dilakukan ASEAN selanjutnya," kata Marston.


HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER