Klaster penularan virus corona dikabarkan melonjak di dekat perbatasan barat laut Myanmar dengan India.
Kemunculan klaster corona baru itu menyebabkan peningkatan kasus infeksi Covid-19 paling tajam sejak kudeta militer berlangsung di Myanmar pada 1 Februari lalu.
Data resmi pemerintah Myanmar yang dirilis Kamis (3/6) menunjukkan 122 kasus penularan baru dalam sehari.
Meski jumlah itu terbilang rendah dibandingkan negara tetangga, namun angka penularan tersebut yang tertinggi selama empat bulan terakhir bagi Myanmar.
Dilansir Reuters, banyak kasus penularan corona berasal dari Negara Bagian Chin yang berbatasan langsung dengan India. Hal itu meningkatkan kekhawatiran bahwa varian baru corona dari India telah masuk dan menyebar di Myanmar.
Sebab, tren penularan corona di India saat ini masih tinggi terutama dengan kemunculan varian baru virus corona yang dinilai lebih menular.
"Tiga orang meninggal dalam sehari kemarin. Banyak orang takut," kata relawan Kelompok Bantuan Zomi Care and Development, Lang Khan Khai, di Kota Tonzang sekitar 20 kilometer dari perbatasan India.
Banyak petugas medis Myanmar khawatir bahwa hanya sedikit kasus corona yang terdeteksi di negara itu. Sebab, tren pengujian tes corona disebut terus menurun terutama setelah kudeta berlangsung.
Rata-rata pemeriksaan corona saat ini adalah lebih dari 1.400 pengujian harian dalam sepekan terakhir. Jumlah itu jauh berkurang dari 17.000 pemeriksaan dalam sehari sebelum kudeta berlangsung.
Hingga kini Kementerian Kesehatan Myanmar belum dapat dimintai konfirmasi.
Myanmar dikhawatirkan menjadi episentrum ledakan kasus Covid-19 di tengah konflik yang terus membara sejak kudeta terjadi.
Koordinator kesehatan Federasi Internasional Palang Merah, Abhishek Rimal, menyoroti keadaan di perbatasan Myanmar yang kacau balau.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, perbatasan Myanmar seharusnya memperketat protokol kesehatan demi mencegah penyebaran Covid-19.
Namun, saat ini, perbatasan Myanmar dipadati para warga yang ingin kabur menghindari kekerasan dan konflik dengan aparat.
Kantor Koordinasi Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNOCHA) melaporkan bahwa hingga 27 Mei, tercatat 46 ribu warga Myanmar kabur dari tempat tinggalnya demi menghindari konflik.
Sekitar 37 ribu dari total pengungsi itu merupakan warga negara bagian Kayah yang kabur ke Thailand setelah baku tembak antara militer dan milisi etnis lokal.
Selain Kayah, sejumlah daerah perbatasan Myanmar lainnya juga menjadi sorotan, salah satunya negara bagian Chin, terutama Kota Mindat yang berbatasan langsung dengan India. Di negara bagian itu, ribuan orang juga kabur dari tempat tinggalnya.
Tak hanya di perbatasan, penanganan Covid-19 di pusat kota Myanmar juga tidak terorganisir dengan baik bahkan jauh sebelum kudeta terjadi.
Kini, junta militer bahkan memerintahkan pembukaan kembali sekolah pada bulan ini. Mereka mengancam para orang tua yang tak mengizinkan anaknya ke sekolah.
Sejauh ini, menurut data Worldometer, Myanmar tercatat memiliki 143 ribu kasus corona dengan 3.218 kematian, cukup rendah jika dibandingkan negara Asia Tenggara lain.
Meski begitu sejumlah pihak khawatir angka itu tidak mewakili keadaan sebenarnya, di mana banyak kasus positif yang tidak terkonfirmasi.