Kabinet Baru Israel Disahkan, Akhir dari Era PM Netanyahu
Parlemen Israel, Knesset, mengesahkan kabinet baru Israel yang dipimpin oleh Naftali Bennett, sehingga resmi mengakhiri pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu selama 12 tahun terakhir, Minggu (13/6).
Dalam pemungutan suara pada Minggu sore, Bennet berhasil menang tipis suara di parlemen dengan dukungan 60-59 dari total 120 anggota Knesset menyetujui pembentukan pemerintahan baru tersebut.
Kabinet baru itu terdiri dari koalisi delapan partai yakni Partai Ra'am, Partai Buruh, Partai Putih dan Biru, New Hope, Meretz, Yisrael Beiteinu, dan Yamina. Koalisi yang dinamakan Kabinet Perubahan tersebut dipimpin mantan wartawan yang juga eks menteri keuangan Israel, Yair Lapid, dan partainya, Yesh Atid.
Berdasarkan kesepakatan politik koalisi, politikus sayap kanan dan pemimpin partai Yamina, Naftali Bennett, akan menjadi perdana menteri menggantikan Netanyahu selama dua tahun ke depan. Setelah itu, kursi PM akan dialihkan kepada Lapid.
Bennet, keturunan imigran Amerika Serikat, merupakan politikus nasionalis garis keras. Sebelum terjun ke dunia politik pada 2013, miliarder berusia 49 tahun itu pernah merantau ke New York dan mendirikan perusahaan rintisan, Cyota, pada 1999.
Ia dan perusahaannya membuat aplikasi perangkat lunak anti-penipuan. Namun, pada 2005, Bennett menjual start-upnya itu ke perusahaan keamanan AS seniai US$145 juta (Rp2 triliun).
Sejumlah pihak menilai kepemimpinan Bennett tak akan membantu mencerahkan prospek perdamaian Israel-Palestina.
Warga Palestina bahkan menganggap kepemimpinan Bennett sebagai pukulan yang semakin menjauhkan mereka dari harapan perdamaian dengan Israel dan kemerdekaan.
Dikutip Reuters, Bennett bahkan pernah mengatakan bahwa pembentukan negara Palestina merupakan tindakan bunuh diri bagi Israel. Ia beralasan hal itu terkait faktor keamanan warga Israel.
Pada 2013, Bennett juga pernah berpidato dan menyebutkan "warga Palestina yang merupakan teroris" harus dibunuh daripada dibebaskan.
"Saya telah membunuh banyak orang Arab di hidup saya, dan itu tidak masalah," kata Bennett, mantan Komando Israel, beberapa waktu lalu seperti dikutip Anadolu.
(rds/eks)