India 'Serang' Twitter Soal Tak Patuh Aturan TI yang Baru
Menteri India 'menyerang' Twitter karena membangkang mematuhi peraturan baru terkait teknologi informasi (TI) yang telah berlaku sejak akhir Mei lalu di negara tersebut.
Menteri Teknologi Informasi India, Ravi Shankar Prasad, menyatakan serangan secara tersirat kepada perusahaan media sosial tersebut lewat utas kicauan di akun Twitter-nya.
"Jika ada entitas asing yang percaya bahwa mereka dapat menggambarkan dirinya sebagai pembawa bendera kebebasan berbicara di India untuk memaklumi dirinya sendiri dari kepatuhan atas hukum negara, upaya seperti itu salah tempat," ujar Prasad seperti dikutip dari Reuters, Rabu (16/6).
Aturan baru yang berlaku sejak akhir Mei itu, ditujukan untuk mengatur konten perusahaan media sosial seperti Facebook, WhatsApp, dan Twitter. Lewat atuarn tersebut, perusahaan media sosial yang beroperasi di India harus lebih bertanggung jawab terhadap permintaan hukum untuk penghapusan cepat posting dan berbagi rincian di aplikasi daring tersebut.
Peraturan tersebut juga mengharuskan perusahaan media sosial besar di India untuk mengatur mekanisme penanganan keluhan. Mereka juga harus menunjuk pejabat khusus atau eksekutif yang berkoordinasi dengan penegak hukum.
Sementara itu dalam pernyataannya pada awal pekan ini, terkait aturan baru di India tersebut, Twitter menyatakan, "Terus melakukan segala upaya untuk mematuhi pedoman baru."
Di satu sisi, langkah pemerintah India menelurkan aturan terbaru tersebut itu pun disebutkan telah memengaruhi rencana perusahaan-perusahaan teknologi untuk melakukan ekspansi ke negara yang dipimpin Perdana Menteri Narendra Modi tersebut.
Mengutip dari The Associated Press, pemerintahan Modi selama bertahun-tahun diketahui telah berupaya mengendalikan media sosial, dan sering mengarahkan Twitter untuk menghapus kicauan atau akun yang kritis terhadap partai dan para pemimpinnya. Terutama pula, dituliskan, terkait penanganan pandemi Covid-19 di India oleh pemerintahan Modi.
Gesekan semakin meningkat baru-baru ini, dengan pemerintah mengancam perusahaan media sosial dengan tindakan hukum dan karyawan mereka dengan hukuman penjara jika mereka menolak untuk mematuhi arahan penghapusan.
Sementara itu, kelompok advokasi kebebasan berinternet di New Delhi, India, Internet Freedom Foundation menanggapi aturan baru tersebut dengan menegaskan bahwa yang bisa memerintahkan terkait data media sosial adalah pengadilan, bukan atas dasar kebijakan pemerintah atau eksekutif.