Sejarah Berdirinya GNB, Gerakan Tanpa Aliansi Ideologi
Gerakan Nonblok atau Non-Aligned Movement (NAM) merupakan organisasi internasional dengan anggota lebih dari 100 negara yang memiliki kesamaan prinsip tidak ingin beraliansi dengan negara adidaya mana pun.
Gerakan Nonblok (selanjutnya disebut GNB) juga menentang segala bentuk kepentingan politik, agresi militer, intervensi dari negara-negara kuat dan berkuasa.
Indonesia sebagai salah satu anggota, pada awal kemerdekaan menganut politik luar negeri bebas aktif yang tidak ingin terikat dengan negara mana pun.
Sikap politik Indonesia mendapat apresiasi dan disegani negara lain. Untuk mencapai tujuan yang sama, Indonesia kemudian menggelar konferensi yang menjadi jalan pembuka sejarah berdirinya GNB atau Gerakan Nonblok.
Sejarah dan Latar Belakang Terbentuknya GNB
Sebelum GNB lahir, Indonesia terlebih dahulu mengundang para negara di Asia-Afrika dalam sebuah konferensi yang diadakan di Bandung.
Konferensi yang bernama Konferensi Asia-Afrika (KAA) diselenggarakan pada 18-24 April 1955 dan dihadiri oleh 29 kepala negara dan kepala pemerintahan dari negara Asia-Afrika yang baru saja merdeka, merujuk situs Kementerian Luar Negeri RI.
KAA dibuat dengan tujuan mengidentifikasi dan mendalami masalah dunia dan dampaknya terhadap negara-negara baru dalam tatanan hubungan internasional.
Pada KAA di Bandung tercapai berbagai kesepakatan yang menjadi dasar prinsip hubungan dan kerja sama antarbangsa yang dirumuskan dalam 'Dasasila Bandung'.
Di waktu yang berbeda, terdapat sebuah negara di luar Asia dan Afrika yang baru merdeka dan sedang berkembang yakni Yugoslavia. Pemerintah Yugoslavia tertarik dengan konsep KAA.
Para kepala negara Asia-Afrika tidak menutup pintu untuk Yugoslavia. Pertemuan berikutnya disepakati diadakan di Beograd, Yugoslavia.
Pertemuan yang disebut dengan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) I berlangsung pada 1-6 September 1961, dengan dihadiri oleh 25 negara yakni: Afghanistan, Alegria, Yaman, Myanmar, Kamboja, Sri Lanka.
Kemudian Kongo, Kuba, Cyprus, Mesir, Ethiopia, Ghana, India,Indonesia, Irak, Lebanon, Mali, Maroko, Nepal, Arab Saudi, Somalia, Sudan, Suriah, Tunisia, dan Yugoslavia.
Dalam KTT ini terdapat lima tokoh kunci yang menjadi penggagas yakni:
- Presiden Soekarno (Indonesia)
- Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia)
- Presiden Gamal Abdel Nasser (Mesir)
- Perdana Menteri Jawaharlal Nehru (India)
- Perdana Menteri Kwame Nkrumah (Ghana)
Sejak awal, sejarah berdirinya GNB ditetapkan sebagai sebuah gerakan, bukan organisasi. GNB tidak membuat negara menjadi pasif dalam politik internasional.
Negara anggota dapat memutuskan dan memformulasikan posisi sendiri secara independen yang mencerminkan kepentingan negara-negara angootanya.
Tujuan GNB
GNB dibentuk dengan tujuan agar setiap negara dapat menentukan hak dan nasibnya sendiri, mengedepankan kemerdekaan nasional, kedaulatan dan integritas nasional negara-negara anggota.
Tujuan utama lainnya adalah menentang segala bentuk manifestasi imperialisme, kolonialisme, neokolonialisme, rasisme, pendudukan dan dominasi asing, serta perlucutan senjata.
Juga tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain, hidup berdampingan secara damai, menolak segala bentuk penggunaan atau ancaman kekuatan dalam hubungan internasional.
Membangun ekonomi-sosial dan restrukturisasi sistem ekonomi internasional dan kerja sama internasional berdasarkan persamaan hak.
Medio 1970, GNB fokus pada masalah isu ekonomi dan telah mengadakan serangkaian pertemuan yang membahas masalah ekonomi dunia dan pembentukan Tata Ekonomi Dunia Baru.
Merunut sejarah berdirinya GNB, sekjen pertama gerakan ini adalah Josip Broz Tito dari Yugoslavia. Terbaru, GNB saat ini diketuai oleh Presiden Ilham Aliyev asal Azerbaijan yang menjabat 2019 hingga 2022.
(imb/fef)