Kanada cs Ungkap Kekhawatiran soal Xinjiang di Dewan HAM PBB
Lebih dari 40 negara mengutarakan kekhawatiran mereka mengenai kondisi hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan pemerintah China di Xinjiang, Hong Kong, dan Tibet.
Kekhawatiran itu bakal dituangkan dalam pernyataan bersama di sidang ke-47 Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, yang berlangsung sejak 21 Juni lalu.
"Kami sangat prihatin dengan situasi hak asasi manusia di Daerah Otonomi Uighur, Xinjiang," kata duta besar Kanada Leslie Norton seperti dikutip dari AFP, Rabu (23/6).
Selain Kanada, pernyataan bersama itu juga didukung Australia, Inggris, Jerman, Italia, Spanyol, dan Amerika Serikat.
Dalam pernyataan bersama itu mereka meminta China membuka ruang bagi kunjungan Kepala Dewan HAM PBB Michelle Bachelet dan juga pengamat independen untuk datang memantau langsung kondisi di Xinjiang. Mereka juga meminta China menghentikan 'penahanan arbitrase' terhadap etnis Uighur dan muslim minoritas lainnya.
'Laporan yang dapat dipercaya menunjukkan bahwa lebih dari satu juta orang telah ditahan secara sewenang-wenang di Xinjiang, dan ada pengawasan bear yang secara tidak proporsional menargetkan orang-orang Uighur dan anggota minoritas lainnya, serta pembatasan kebebasan mendasar dan budaya Uighur," demikian kutipan pernyataan bersama itu seperti dikutip dari AFP.
Pernyataan bersama itu juga mengutip laporan yang menyatakan telah ada penyiksaan, hukuman, pemaksaan sterilisasi, kekerasan seksual dan yang berbasis gender, serta pemisahan paksa anak dari orang tua kandungnya.
Sebagai informasi, jumlah negara yang menandatangani pernyataan bersama itu meningkat dibandingkan 2019 silam. Kala itu, dalam pernyataan senada ada 22 negara yang menulis kepada Bachelet agar mengecam perlakuan China terhadap etnis Uighur di Xinjiang.
Pada awal pekan ini, dalam sidang dewan HAM PBB, Bachelet mengatakan harapannya agar bisa segera diberi akses mengunjungi Xinjiang pada tahun ini.
Bukan hanya Xinjiang, pernyataan bersama lebih dari 40 negara itu pun menyoroti dugaan pelanggaran HAM yang fundamental di Hong Kong, juga situasi di Tibet.
Serangan Balik China
China sendiri membantah dan menyerang balik rencana pernyataan bersama lebih dari 40 negara tersebut.
Hal tersebut pun dilakukan lewat pernyataan bersama dari negara-negara lain yang mendukungnya atas situasi di Hong Kong, China, dan Xinjiang. Pernyataan bersama yang mendukung China itu diklaim didukung 64 negara, dan dibacakan perwakilan Belarusia.
Selain itu, lewat perwakilannya Beijing menyatakan membacakan pernyataan atas sekelompok negara yang 'sangat prihatin dengan pelanggaran hak asasi manusia yang serius terhadap masyarakat adat di Kanada.
"Secara historis, Kanada merampok penduduk asli tanah mereka, membunuh mereka, dan memusnahkan budaya mereka," demikian bunyi pernyataan itu.
China dkk merujuk pada penemuan 215 kuburan tak bertanda di bekas sekolah perumahan di Kanada barat -- salah satu dari banyak sekolah asrama yang didirikan seabad lalu untuk mengasimilasi paksa masyarakat adat Kanada.
"Kami menyerukan penyelidikan menyeluruh dan tidak memihak atas semua kasus di mana kejahatan dilakukan terhadap masyarakat adat, terutama anak-anak," demikian pernyataan bersama China yang menyerang balik Kanada.
Menyikapi hal tersebut, di Ottawa, Perdana Menteri Justin Trudeau mengatakan Kanada telah mengakui dan berusaha menebus kesalahannya terhadap masyarakat adatnya.
"Di Kanada, kami memiliki komisi kebenaran dan rekonsiliasi," katanya kepada wartawan.
"Di mana komisi kebenaran dan rekonsiliasi China. Di mana kebenaran mereka?" sambungnya menyindir China.
Trudeau mengatakan perjalanan rekonsiliasi itu panjang, namun mereka sedang menjalaninya. Sementara itu, kata dia, "China bahkan tidak mengakui bahwa ada masalah [di negaranya]."
Itulah, kata Truedau, perbedaan yang cukup mendasar, dan juga salah satu alasan Kanada juga orang-orang di seluruh dunia bersuara untuk Uighur yang tak bisa 'berbicara'.