Lonjakan kasus Covid-19 dalam 30 hari terakhir di Taiwan disebut bukan saja memukul sektor kesehatan dan ekonomi, namun juga berdampak pada diplomasi Taiwan di kancah internasional.
Awalnya, Taiwan dianggap mampu mengendalikan pandemi, namun kini kewalahan. Terlebih, dalam temuan kasus terakhir didapatkan bahwa faktor puas diri turut memicu ledakan angka Covid-19. Peneliti Senior Alpha Research Database Ferdy Hasiman menilai kejadian ini menarik.
Dia mengatakan, manajemen pengendalian Covid-19 saat ini menjadi pertaruhan banyak negara dalam membangun diplomasi di kancah internasional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita berhadapan dengan isu vaksin, itu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari diplomasi internasional. Untuk kasus Taiwan, kita ketahui dia mendapat sumbangan vaksin misalnya dari Amerika dan Jepang, yang tentunya fakta ini membuat Tiongkok tidak happy dengan Taiwan," ujar Ferdy di Jakarta, Minggu (4/7).
Pandemi yang mewabah di Taiwan, serta keterbatasan upaya pengendalian pun menghasilkan citra negatif bagi Taiwan. "Yang tadinya dianggap mampu, lalu rupanya punya keterbatasan, tentu mempengaruhi citra di mata dunia internasional," kata Ferdy.
Catatan yang dihimpun Fredy menunjukkan, Taiwan saat ini tengah menghadapi salah satu varian Covid-19, yaitu Delta, yang telah teridentifikasi. Catatan itu ditambah penjelasan Lin Hsien-ho, profesior dari National Taiwan University bahwa meski Taiwan langsung menjalankan pengetatan di awal pandemi, namun belakangan ternyata masyarakat berpuas diri dan lalai terhadap kesehatan.
Salah satu pertanda puas diri itu antara lain ketika rumah-rumah sakit setempat menghentikan tes agresif bagi warga terkait Covid-19, termasuk masyarakat yang mengalami gejala-gejala umum seperti demam, flu, dan batuk.
Our World in Data melaporkan, pada pertengahan Februari Taiwan melakukan 0,57 tes virus per 1.000 orang, sementara pada periode yang sama, Singapura melakukan 6,21 tes dan Inggris mencatatkan 8,68 tes.
"Bahkan kita lihat dari temuan para ahli di Taiwan, dokter-dokter pun tidak menganggap lagi sebagai sesuatu yang serius, rumah sakit juga tidak waspada, bahkan mereka tidak melakukan banyak pelacakan kontak. Sehingga ada gejala bahwa masyarakat cepat merasa puas diri, padahal pandemi ini belum sepenuhnya selesai," papar Fredy.
Berdasarkan pemberitaan media massa, Taiwan kemudian melonggarkan persyaratan karantina bagi para pilot maskapai penerbangan yang belum divaksinasi, dari 14 hari menjadi 5 hari, lalu 3 hari. Tak lama, terjadi ledakan klaster baru terkait kehadiran para pilot China Airlines yang pernah menginap di Hotel Novotel, dekat Bandara Taoyuan.
"Dan kita tahu ceritanya kemudian, bahwa banyak dari mereka yang terkait dengan klaster ini kemudian ditemukan terpapar varian Inggris, yang dikenal sebagai B117. Virus tersebut kemudian menyebar ke seluruh komunitas, dan akhirnya menyebar ke "teahouses" Taiwan, tempat hiburan orang-orang dewasa. Lalu meledaklah kasus di sana," kata Fredy.
Saat ini, Taiwan gencar memperingatkan bahaya penularan varian Delta yang diklaim lebih kuat. Pada Senin (28/6), Pusat Komando Epidemi Pusat (CECC) melaporkan ada 60 kasus baru Covid-19 lokal. Hal itu diikuti pengumuman Menteri Kesehatan dan Kepala CECC Chen Shih-chung yang menyatakan 60 kasus itu lokal dan tidak ada kasus impor.
Pada saat bersamaan, Chen Shih-chung juga mengumumkan tiga kematian, menjadikan jumlah kematian akibat Covid-19 di Taiwan mencapai 635 jiwa. Terakhir kali Taiwan melaporkan kasus lokal lebih sedikit adalah pada 14 Mei lalu dengan 29 infeksi lokal.
Menurut Ferdy, kondisi ini membuat Taiwan harus segera memperkuat upaya pengendalian di dalam negeri.
"Artinya masih banyak pekerjaan rumah yang memang harus dibereskan di dalam negeri oleh para pemangku kepentingan di Taiwan, termasuk aspek kedispilinan masyarakat sehingga kejadian serupa seperti sekarang ini tidak terjadi lagi,"
"Kalau kita cermati betul, tentu ini juga membuat posisi Taiwan tidak lantas menjadi mudah ketika membangun komunikasi dan diplomasi di dunia internasional, terutama di tengah ketegangan dia dengan Tiongkok," ungkap Ferdy.
(rea)