Tentara Israel meledakkan rumah keluarga Muntasir Shalabi, seorang warga Palestina yang sedang diadili karena dituduh menembak mati satu mahasiswa Israel di Tepi Barat.
"Semalam, pasukan menghancurkan kediaman teroris (Muntasir) Shalabi, di Desa Turmus Ayya, timur laut Ramallah," kata seorang juru bicara militer Israel, seperti dikutip AFP, Kamis (8/7).
Istri Muntasir, Sanaa, mengatakan bahwa pasukan Israel tiba pada pukul 01.00 waktu setempat untuk menaruh bahan peledak di sekitar rumahnya. Ia menyebut penghancuran itu berlangsung hingga malam hari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Inilah hidup kami. Apa yang terjadi terhadap kami ini normal. Kami sudah siap untuk itu," katanya.
Sanaa sempat berbicara dengan suaminya melalui telepon hari ini. Dia menggambarkan suaminya itu sebagai "pahlawan" dan bersumpah akan membangun kembali rumah itu.
"Mereka ingin meruntuhkan harapan kami, tetapi kami tetap teguh. Ini adalah situasi seluruh rakyat Palestina," katanya.
Menurut organisasi hak asasi manusia Israel, HaMoked, Muntasir Shalabi tidak tinggal di rumah yang dihancurkan itu.
Direktur eksekutif HaMoked, Jessica Montell, mengatakan bahwa pasangan itu tak hidup bersama. Sanaa tinggal di rumah itu bersama tiga dari tujuh anak mereka.
Keluarga Shalabi juga disebut memiliki kewarganegaraan ganda, yaitu Palestina dan Amerika Serikat.
"Pria yang dituduh melakukan serangan tidak tinggal di rumah itu. Dia tinggal di AS dan dia datang sekali atau dua kali dalam setahun," kata Montell.
"(Sanaa) sama sekali tidak terlibat dan tidak tahu apa-apa tentang serangan itu. Kami pikir ini harus menjadi alasan untuk tidak menghancurkan atau hanya menghancurkan satu ruangan."
AS pun mengecam Israel soal peledakan yang menyebabkan rumah keluarga Shalabi hancur. Kedutaan Besar AS di Yerusalem juga meminta agar kedua belah pihak tetap tenang.
"Semua pihak agar menahan diri dari langkah-langkah sepihak yang memperburuk ketegangan dan melemahkan upaya untuk memajukan solusi dua negara yang dinegosiasikan," demikian bunyi pernyataan itu, sebagaimana dikutip Reuters, Kamis (8/7).
Seorang juru bicara kedutaan AS mengatakan bahwa salah satu upaya menahan diri itu termasuk tak menghancurkan rumah-rumah Palestina sebagai hukuman.
"Seperti yang kami nyatakan berkali-kali, rumah seluruh keluarga tidak boleh dihancurkan karena tindakan satu individu," katanya.
AS jarang mengkritik kebijakan Israel terhadap Palestina selama kepresidenan Donald Trump. Namun di era Presiden Joe Biden, Negeri Paman Sam terus berusaha untuk membangun kembali hubungan dengan Palestina.
Sejauh ini, Kantor perdana menteri Israel menolak mengomentari pernyataan kedutaan besar AS itu.
(isa/has)