Angkatan bersenjata Libanon terpaksa membuka jasa wisata tur keliling menggunakan helikopter militer mereka bagi turis dan warga sipil di negara Timur Tengah tersebut.
Langkah itu dilakukan militer Libanon sebagai salah satu upaya mencari pemasukan untuk memenuhi biaya pemeliharaan peralatan tempur negara di saat keuangan negara kacau akibat krisis ekonomi yang kian memburuk.
"Perang yang kami hadapi adalah (krisis) ekonomi dan karena itu membutuhkan cara yang tidak konvensional. Dan ide yang kami miliki adalah membuka jasa tur helikopter," kata juru bicara militer Libanon, Hassan Barakat, seperti dikutip Reuters.
"Biaya perjalanan ini dapat menutup biaya pemeliharaan penting pesawat," ucap Barakat menambahkan.
Barakat menuturkan perjalanan 15 menit dengan helikopter Robinson R44 itu berharga $150 atau sekitar Rp2,17 juta.
Di sisi lain, jasa tur helikopter militer ini cukup ternyata cukup menguntungkan dan juga menghibur turis dan warga asing di Libanon.
"Ini adalah pengalaman yang menyenangkan bagi anak-anak saya untuk melihat dan pantai-pantainya yang indah dari udara," kata seorang turis dari Swiss, Adib Dakkash.
"Saya lebih suka menghabiskan $150 agar helikopter tentara terus beroperasi, sehingga pilot dan perwira terus terbang, daripada menghabiskannya di restoran, untuk makanan atau hal-hal yang tidak berarti," ujarnya.
Saat ini, Libanon masih terkungkung krisis ekonomi dan politik berkepanjangan.
Krisis ekonomi bermula sejak akhir 2019, yang berakar akibat praktik korupsi dan salah urus pemerintah pasca-perang sipil.
Situasi diperparah dengan usaha minim pemerintah memberdayakan perekonomian lokal dan senang mengandalkan impor di hampir seluruh sektor.
Krisis ekonomi yang telah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir ini pun membuat 6 juta warga Libanon hidup di tengah kelangkaan dan kekurangan berbagai bahan pokok, mulai dari makanan, obat-obatan, bahan bakar, hingga suku cadang kendaraan.
Warga Libanon juga hidup tanpa pemerintah tetap sejak kabinet pemerintahan PM Hassan Diab mengundurkan diri beberapa hari setelah ledakan besar mengguncang pelabuhan Beirut pada 4 Agustus 2020.
Bank Dunia menggambarkan krisis ekonomi Libanon sebagai salah satu depresi terburuk dalam sejarah modern. Mata uang pound Libanon telah kehilangan lebih dari 90% nilai tukarnya dalam waktu kurang dari dua tahun dan lebih dari setengah populasi telah tenggelam dalam kemiskinan.
Komandan Angkatan Darat Libanon, Jenderal Joseph Aoun, memperingatkan bahwa krisis yang disebabkan puluhan tahun korupsi dan pemborosan pemerintah ini akan menyebabkan keruntuhan semua lembaga negara termasuk militer.
Aoun menekankan bahwa saat ini nilai gaji bulanan seorang tentara Libanon sekarang hanya sebesar $90 atau Rp1,3 juta.
Sebagai penerima besar dukungan militer AS, militer Libanon telah menopang stabilitas negara sejak akhir perang saudara sekitar 1975-1990.
Di hadapan para diplomat dan duta besar negara asing pada awal pekan lalu, Perdana Menteri Hassan Diab bahkan tak segan meminta bala bantuan internasional demi menarik negaranya keluar dari pusaran krisis.
"Libanon tinggal beberapa hari lagi dari ledakan sosial. Orang Libanon menghadapi nasib kelam ini sendirian," kata Diab.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT