WHO Minta Negara Kaya Tak Pesan Vaksin Covid untuk Booster
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom meminta negara-negara kaya untuk tidak memesan vaksin Covid-19 tambahan atau booster untuk penduduk yang telah diinokulasi.
Sebab, kata dia, masih banyak negara lain yang belum menerima vaksin Covid-19.
"Kesenjangan global dalam pasokan vaksin Covid-19 sangat tidak seimbang dan tak merata. Beberapa negara dan wilayah sebenarnya memesan jutaan dosis booster, sebelum negara lain memiliki pasokan untuk memvaksinasi pekerja kesehatan mereka dan yang paling rentan," kata Tedros Senin (12/7) mengutip Reuters.
Tedros berkata merebaknya varian Delta di banyak negara menyebabkan lonjakan infeksi Covid-19 dan angka kematian. Bahkan ada negara yang belum menerima dosis vaksin yang cukup untuk melindungi petugas kesehatannya.
Tedros mengatakan produsen vaksin Pfizer dan Moderna berencana memberikan suntikan booster di negara yang tingkat vaksinasinya tinggi.
Pekan lalu, Pfizer juga meminta regulator Amerika Serikat untuk mengesahkan dosis vaksin boosternya, berdasarkan bukti risiko infeksi yang lebih besar enam bulan usai disuntik.
Seharusnya, lanjut Tedros, mereka mengarahkan dosisnya ke program berbagi vaksin, COVAX terutama untuk negara berpenghasilan menengah dan miskin.
Sementara itu, Kepala ilmuwan WHO, Soumya Swaminathan, mengatakan bahwa mereka belum melihat bukti yang menunjukkan suntikan vaksin booster diperlukan untuk yang sudah menerima vaksin penuh.
"Harus berdasarkan ilmu pengetahuan dan data, bukan pada masing-masing perusahaan yang menyatakan bahwa vaksin mereka perlu diberikan sebagai dosis booster," ucapnya.
Senada, kepala program kedaruratan WHO, Mike Ryan mengecam tindakan tersebut, jika tetap mengizinkan negara kaya menggunakan vaksin booster.
"Saat ini, kami mengutuk ratusan juta orang karena tak memiliki perlindungan." katanya.
Padahal, menurutnya masih banyak orang-orang rentan yang sekarat tanpa vaksin di tempat lain.
"Kami akan melihat masa lalu dengan rasa marah, dan kami akan menengok ke belakang dengan rasa malu," ujarnya.
"Ini adalah orang-orang yang ingin memiliki kue dan memakannya, dan kemudian mereka ingin membuat kue lagi dan memakannya juga," ucap Mike.
(isa/dea)