Situasi Laut Cina Selatan memanas dalam beberapa pekan terakhir. Pekan lalu, armada penyerang kapal induk Inggris singgah di perairan itu, sementara armada kapal perang Amerika Serikat dan pasukan dari Tentara Pembebasan Rakyat China sama-sama menggelar latihan di perairan itu.
China mengklaim hampir semua Laut Cina Selatan sebagai wilayah kedaulatannya. Guna mendukung klaim itu, mereka membangun pulau reklamasi menjadi pangkalan militer lengkap dengan radar, rudal serta landasan pacu.
Peneliti di S. Rajaratnam School of International Studies di Singapura, Collin Koh, mengatakan meski militer India unjuk gigi di perairan Laut China Selatan, tetapi hal itu tidak membuat mereka seolah bersikap konfrontatif dengan China.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kehadiran kapal-kapal di Laut China Selatan saja, bahkan jika di luar batas 12 (mil laut) dari setiap wilayah yang diduduki China, akan cukup untuk memenuhi tujuan strategis India yang menunjukkan niatnya untuk tetap terlibat di Pasifik Barat," terang Koh.
China selama ini geram dengan kehadiran militer asing di Laut China Selatan. Sebelum pengerahan armada Inggris, media pemerintah China menuduh negara itu berusaha menghidupkan kembali kejayaan Kerajaan Inggris dan ingin mencari masalah bersama sekutunya, Amerika Serikat.
Sejak menjabat, kebijakan luar negeri Presiden AS Joe Biden terus fokus di kawasan Asia. Pemerintahan Biden menyambut baik kehadiran sekutu dan negara sekutu mereka di kawasan itu, di tengah upaya melawan perluasan pengaruh China.
Hubungan India dan China memburuk akibat pertikaian dalam sengketa kawasan perbatasan di pegunungan Himalaya.
Sebanyak 20 tentara India dan empat tentara China tewas dalam pertempuran di kawasan sengketa itu.
Sejak insiden itu, India terus berupaya untuk terus mempererat hubungan keamanan informal dengan AS, Jepang dan Australia ditengarai sebagai bentuk daya tawar mereka terhadap militer China.
(isa/ayp)