Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, memperingatkan Myanmar bakal terjerumus dalam perang saudara jika negosiasi damai tak berjalan.
Burgener mengatakan bahwa Myanmar bakal perang saudara jika militer, pendukung pemerintah yang dikudeta, dan milisi bersenjata tak berhasil menggelar pembicaraan untuk mencari jalan keluar dari konflik di negara itu.
"Kami melihat banyak kekerasan di lapangan," kata Burgener, seperti dikutip Associated Press, Selasa (10/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Burgener mengatakan bahwa bentrok antara militer dan pasukan pertahanan rakyat masih terus berlanjut. Banyak orang yang ketakutan, tak bebas bicara, dan menderita akibat konflik itu.
"Jadi, saya sangat berharap dialog dapat terjadi untuk menghindari perang saudara skala penuh pecah," katanya.
Menurut laporan Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sejak kudeta tercatat 965 orang tewas, dan 7.151 orang lainnya ditangkap.
Selain itu, kata Burgener, Myanmar tengah menghadapi gelombang ketiga pandemi Covid-19 yang begitu parah.
Sejauh ini, ada 333 ribu kasus Covid-19 di Myanmar. Kasus harian di negara itu juga masih tinggi, berkisar di angka ribuan. Pada Selasa (10/8), kasus harian bertambah 4.434.
Myanmar sendiri sempat berada di bawah pemerintahan militer yang ketat selama lima dekade. Akibat penolakan internasional atas rezim itu, Myanmar dijatuhi berbagai sanksi.
Sebagian besar sanksi dicabut pada 2019, saat pemerintahan Aung San Suu Kyi menang pemilu. Investasi pun mulai berdatangan ke negara itu.
Namun, roda pemerintahan yang demokratis itu tak berjalan lama. Pada 1 Februari, militer kembali mencengkeram Myanmar dengan mengudeta pemerinta. Mereka menuduh Aung San Suu Kyi melakukan kecurangan dalam pemilu.
Burgener mengatakan bahwa pemimpin kudeta, Jenderal Min Aung Hlaing, ingin mempertahankan kekuasaanya, terbukti dengan junta yang menunjuk pemimpin militer itu sebagai perdana menteri.
Dalam diskusi dengan semua pihak di Myanmar, Aung Hlaing menyadari tidak ada pihak yang akan menyerah dan siap untuk berkompromi.
Dialog itu diharapkan mencakup bantuan kemanusiaan, nasib buruk Muslim Rohingya dan "akar penyebab" konflik, sistem federal negara, konstitusi, tentara, hingga masalah pemilu dan sistem hukum.
Selama dua bulan terakhir, kata Burgener, dia mendiskusikan usulannya dengan pihak-pihak penting di Myanmar serta komunitas internasional.
Ia juga berdiskusi dengan negara pengamat internasional, termasuk China, India, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, Inggris, Norwegia, Swiss, Uni Eropa, PBB dan ASEAN.
Selama diskusi, Burgener mengatakan bahwa milisi etnis bersenjata dan anggota pemerintah tandingan Myanmar (NUG) merespons positif gagasan ini.
"(Mereka) tertarik pada yang ideal, tetapi jelas memiliki prasyarat untuk memulai dialog semacam itu," ujarnya.
Burgener juga mengaku telah berdialog dengan wakil panglima militer, Soe Win, pada 16 Juli lalu mengenai banyak masalah, termasuk usualannya untuk dialog bersama pihak terkait. Namun, ia tidak menerima jawaban.
"Tidak ada umpan balik positif dari militer terhadap dialog ini, yang sangat saya sesalkan," katanya.
Meskipun demikian, lanjut Burgerner, dialog diharapkan akan dimulai melalui ASEAN dan utusan khusus baru blok itu untuk Myanmar, yaitu Wakil Menteri Luar Negeri Brunei Darussalam, Erywan Yusof. Burgener mengaku sudah melakukan konferensi video dengan Yusof pada Senin lalu.
Yusof berencana mengunjungi Myanmar setelah berkonsultasi dengan pihak-pihak penting. Burgener mengatakan kepadanya bahwa utusan ASEAN itu dapat mengandalkan dukungan penuh darinya.
"Saya juga menawarkan untuk bergabung dengannya, jadi saya berharap militer akan siap juga untuk menerima saya," kata Burgener.
Ia juga yakin militer terus mengatakan tidak siap untuk bertemu dengannya, bukan akibat mereka tidak ingin berbicara, tapi karena orang-orang di lapangan akan sangat terdesak oleh kehadiran dirinya di Myanmar.
"Dan itu mungkin sesuatu yang tidak ingin dilihat oleh tentara," kata Burgener.
Burgener mengaku tetap khawatir Myanmar akan menuju ke arah perang saudara jika dialog - yang diharapkan akan dimulai melalui ASEAN - tidak berhasil.
(isa/has)