Senada dengan Birizire, perempuan muda Afghanistan yang juga mengungsi di Indonesia, Atifah, tak percaya dengan janji-janji manis Taliban.
"Saya tidak percaya pada janji Taliban karena mereka berbohong. Mereka masih membunuh perempuan, laki-laki, anak-anak di Afghanistan," ucap Atifah.
Atifah juga memiliki kenangan buruk dengan Taliban. Ayah Atifah bercerita bahwa kakeknya menjadi salah satu yang dibunuh Taliban pada 2007.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka membunuh kakek saya. Itu benar-benar membuat saya sedih. Saya bahkan tak sempat melihat kakek saya," tuturnya.
Saat orang-orang di penampungan membicarakan kebangkitan rezim Taliban, gadis berusia 15 tahun itu langsung teringat kakeknya.
Tak hanya kaum perempuan, Taliban yang kembali ke pucuk kekuasaan di Afghanistan juga menjadi mimpi buruk bagi sebagian pemuda di negara itu.
Salah satu pengungsi asal Afghanistan di Kalideres, Jakarta Barat, H Rateeq, masih meragukan niat Taliban yang berjanji membangun pemerintahan dengan wajah baru yang lebih moderat.
"Kami akan senang jika Taliban membuktikan bahwa mereka benar-benar ingin membawa perdamaian dan membiarkan orang menjalani hidup dengan damai, tapi sayangnya justru sebaliknya," kata H Rateeq.
Taliban sejauh ini berjanji tak akan membalas dendam dan memberikan pengampunan bagi pendukung pemerintah Afghanistan yang digulingkan dan ingin bergabung dengan mereka. Namun, H Rateeq menganggap itu hanya bualan Taliban.
"Mereka mulai mencari-cari orang dan melakukan penindasan di malam hari," ujarnya.
Taliban disebut mulai mencari warga Afghanistan yang selama ini bekerja dan membantu pasukan AS dan sekutu.
"Kerabat saya tinggal di Jaghoori, Ghazni dan mereka mengatakan Taliban mulai mendatangi rumah pada malam hari, mencari orang-orang yang bekerja dengan pemerintah atau organisasi non-pemerintah," ucap H Rateeq.
(isa)