Jakarta, CNN Indonesia --
Ketika Taliban merayakan Amerika Serikat hengkang dari Afghanistan, sejumlah warga masih diliputi kekhawatiran.
Masalah keamanan jadi salah satu yang ditakutkan para warga. Bom bunuh diri dan serangkaian serangan roket yang menyerang Bandara Internasional Hamid Karzai Kabul pekan ini kian mencuatkan keraguan soal keamanan di Afghanistan.
ISIS-K yang mengklaim bertanggung jawab atas rentetan serangan tersebut. Berdasarkan kesepakatan, AS memang masih yang berwenang terhadap pengamanan di bandara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara Taliban yang berwenang terhadap pengamanan di luar bandara. Meski demikian, banyak pihak menaruh keraguan atas kemampuan Taliban mengamankan.
Serangan bom bunuh diri yang menewaskan 90 oramg itu termasuk yang berskala besar. Terlebih 13 tentara AS ikut menjadi korban tewas. Jumlah tentara AS yang tewas akibat serangan menjadi yang terbesar sejak 2011 di Afghanistan.
Belum lagi, Taliban disebut masih terafiliasi kuat dengan sel-sel dari Al-Qaeda.
Keraguan juga tampaknya dirasakan pemerintah Turki ketika diminta Taliban mengurus operasional Bandara Kabul untuk sipil.
Faktor keamanan di Afghanistan yang belum benar-benar terjamin mungkin yang membuat Turki amat berhitung.
Pasalnya, bukan tidak mungkin serangan-serangan teroris terjadi lagi di Kabul.
Apakah Afghanistan benar-benar aman di tangan Taliban kini?
Baca ulasan berikutnya itu di halaman 2...
Taliban sebenarnya berjanji akan benar-benar menjamin keamanan di Afghanistan, terutama Kabul. Salah satu faktornya, mereka ingin benar-benar membangun negara itu.
Dalam sejarahnya, Taliban memang dikenal sebagai milisi dengan pemahaman islam yang cukup kaku. Tentu masih tersisa ambisi bagi mereka untuk mendirikan negara islam di Afghanistan.
Meski demikian, motif Taliban sepertinya tidak benar-benar ke arah itu. Ada kompromi bagi mereka mengingat 20 tahun setelah sempat terusir dari AS membuat mereka mulai berpikir pragmatis.
Melansir CNN, Jenderal Pusat Komando Militer Amerika Serikat (US Central Command/Centcom), Frank McKenzie, mengatakan saat ini Taliban lebih pragmatis dan berorientasi bisnis.
Melihat Taliban sekarang tentu tak bisa disamakan dengan 30 tahun lalu. Arus perubahan yang sangat cepat membuat mereka harus sedikit membuka diri.
Motivasi ekonomi menjadi yang paling kuat bagi mereka. Stabilitas keamanan tentu saja yang akan mereka upayakan sekuat mungkin.
Taliban sendiri sempat menyatakan bahwa mereka sudah tak terhubung lagi dengan Al-Qaeda. Meski demikian, hubungan erat mereka masih terjalin secara kekerabatan.
Mengutip CNN, sebuah laporan dari PBB mengindikasikan Taliban terutama jaringan Haqqani masih memiliki hubungan persahabatan, kesamaan nasib dalam berjuang, dan pernikahan (affinal) dengan Al-Qaeda.
Pendekatan kekerabatan ini pula yang bisa jadi modal bagi Taliban merangkul Al-Qaeda untuk menjaga stabilitas di Afghanistan.
Bagaimana dengan ISIS-K? Mungkin ini yang menjadi tantangan bagi Taliban soal ISIS-K. Meski demikian, bukan tidak mungkin pula cara-cara diplomatis yang juga bakal dilakukan Taliban.
Tak seperti negara-negara Barat, Taliban sepertinya pun bisa lebih mudah menembus sel-sel ISIS di Afghanistan itu untuk mendeteksi potensiu ancaman.
Meredam faksi-faksi lain yang merupakan oposisi Taliban seperti jaringan Massoud juga tentu sudah masuk perhitungan Taliban. Berunding dengan para milisi dari Lembah Panjshir itu tentu bisa dilakukan Taliban. Tinggal masalah 'bagi-bagi kue' sumber daya yang bisa jadi perundingan cukuo alot.
Peran negara-negara lain seperti Qatar atau Indonesia yang dianggap netral juga bisa memudahkan rekonsiliasi semua pihak, meski tak bakal semulus yang diperkirakan.
Aksi-aksi teror di antara milisi jihadis Afghanistan tentu bakal teredam jika masing-masing kubu di sana mampu mencapai kesepahaman. Setidaknya saat ini dengan hengkangnya AS dari negara itu jadi tujuan bersama yang sudah terwujud.