Junta Myanmar Setuju Gencatan Senjata Demi Bantuan ASEAN
Junta Militer Myanmar menyetujui seruan Perhimpunan Negara Asia Tenggara (ASEAN) untuk gencatan senjata hingga akhir tahun demi dapat menyalurkan bantuan kemanusiaan ke negara tersebut.
Kabar tersebut disampaikan oleh utusan khusus ASEAN untuk Myanmar, sekaligus Wakil Menteri Luar Negeri Brunei Darussalam, Erwan Yusof.
Negara-negara ASEAN dan negara lainnya, kata Yusof, telah menjanjikan bantuan sebesar US$8 juta atau sekitar Rp113 miliar untuk Myanmar.
Lihat Juga : |
Dalam sebuah video kepada kantor berita Kyodo, Yusof mengatakan telah mengusulkan gencatan senjata kepada menteri luar negeri junta militer Myanmar, Wunna Maung Lwin.
Yusof menuturkan militer Myanmar telah menyetujui usulan itu.
"Ini bukan gencatan senjata politik. Ini adalah gencatan senjata untuk memastikan keselamatan (dan) keamanan relawan kemanusiaan," kata Yusof seperti dikutip Reuters pada Senin (6/9).
"Mereka tidak memiliki ketidaksetujuan dengan apa yang saya katakan terkait gencatan senjata," ucapnya menambahkan.
Selain itu, Yusof juga telah menyampaikan usulannya itu secara tidak langsung kepada pihak oposisi yang menentang pemerintahan junta militer.
"Yang kami serukan adalah agar semua pihak melakukan penghentian kekerasan, terutama terkait dengan distribusi bantuan kemanusiaan," ucap Yusof.
Reuters sudah menghubungi juru bicara junta militer Myanmar untuk dimintai keterangan mengenai hal tersebut, namun belum merespons.
Sejauh ini, ASEAN terus berusaha membuka dialog dengan penguasa militer dan pihak terkait agar mengakhiri kekerasan yang terjadi di Myanmar.
Yusof berharap misinya ke Myanmar bisa memberi dampak positif terhadap penyelesaian krisis politik di negara itu pascakudeta militer pada awal Februari lalu.
Ia berharap selama menjalani misinya di Myanmar bisa mendapatkan akses untuk bertemu dengan semua pihak.
Sebelumnya, Yusof menuturkan dia masih bernegosiasi dengan junta Myanmar mengenai persyaratan kunjungan yang dia harapkan bisa selesai sebelum akhir Oktober itu.
Saat ini, ia menuturkan tengah berupaya bertemu denga pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, yang digulingkan militer.
Yusof juga mengatakan ingin memiliki gambaran yang jelas mengenai apa yang boleh dan tidak untuk dilakukan.
"Sehingga saya dapat memutuskan apakah kunjungan itu akan dilanjutkan atau tidak," katanya.
Oposisi menganggap junta militer tak dapat dipercaya dengan janji gencatan senjata. Aktivis pro-demokrasi Myanmar, Thinzar ShunLei Yi, mengatakan gencatan senjata hanya memberikan junta militer lebih banyak waktu untuk "mengisi ulang peluru mereka."
Lihat Juga : |
Menteri HAM dari pemerintahan saingan junta militer (NUG), U Aung Myo Min, menganggap saat ini ASEAN seharunya memprioritaskan penyelesaian masalah politik terlebih dahulu sebelum menangani masalah kemanusiaan.
"Pelanggaran hak asasi manusia oleh junta militer terus berlanjut dan pelanggaran ini tidak boleh dilupakan, meskipun kami memahami utusan khusus ASEAN ingin memberikan bantuan kemanusiaan dengan cepat dan efektif," ucap Myo Min seperti dilansir media lokal The Irrawaddy.
NUG meminta agar masyarakat internasional bekerja secara efektif untuk menghentikan operasi militer secepat mungkin, agar penindasan dan penyiksaan terhadap warga sipil yang tidak bersalah segera diakhiri.
"Dan untuk mengakhiri kudeta dan meminta pertanggungjawaban (rezim) atas kejahatan yang dilakukannya," kata NUG.
Berdasarkan data terbaru, junta militer dilaporkan telah menewaskan 1.046 warga sipil dan menahan 7.879 orang dengan sewenang-wenang.
Junta militer juga masih mengeluarkan sekitar surat penangkapan terhadap 1.984 demonstran pro-demokrasi.
(isa/rds)