Taliban Susun Kabinet Baru Tanpa Wakil Pejabat Perempuan
Taliban baru mengumumkan pemerintahan sementara Afghanistan pada Selasa (7/9) malam.
Daftar anggota kabinet yang diumumkan juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, didominasi petinggi senior kelompok itu tanpa ada keterwakilan perempuan.
Dikutip Associated Press, dari 33 anggota kabinet sementara yang sejauh ini telah diumumkan, seluruhnya merupakan petinggi veteran yang pernah memerintah di rezim Taliban pada 1996-2001.
Padahal, sejak mengklaim berkuasa penuh atas Afghanistan pada pertengahan Agustus lalu, Taliban berjanji akan membentuk pemerintahan yang inklusif mewakili semua golongan dan etnis, termasuk perempuan.
"(Taliban) berkomitmen untuk membiarkan perempuan bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip Islam," kata Mujahid pada pertengahan Agustus lalu.
Susunan kabinet baru Afghanistan itu pun memicu rasa prihatin dari banyak pihak atas janji-janji Taliban ketika mengklaim berkuasa lagi, mulai dari Iran hingga Amerika Serikat.
"Kami mencatat daftar nama yang diumumkan secara eksklusif terdiri dari individu yang menjadi anggota Taliban atau rekan dekat mereka dan tidak ada wanita. Kami juga prihatin dengan afiliasi dan rekam jejak beberapa individu," tutur seorang Juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat seperti dikutip The Guardian.
"Kami mengerti jika Taliban mengatakan ini adalah kabinet sementara. Tetapi bagaimana pun, kami akan menilai Taliban dari tindakan mereka, bukan kata-kata," katanya menambahkan.
Selain tak ada wakil perempuan, Taliban juga tidak menyertakan kelompok dan etnis lainnya di Afghanistan dalam pemerintahan sementaranya itu.
AS juga menyoroti beberapa pejabat yang dipilih mengisi kabinet baru Taliban merupakan target sanksi AS dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), hingga buronan kelas kakap Biro Investigasi Federal (FBI).
Sebagai contoh, Taliban menunjuk Mohammad Hassan Akhund sebagai perdana menteri sementara Afghanistan. Saat Taliban pertama kali berkuasa di Afghanistan pada 1996-2001 lalu, ia pernah menjadi kepala dewan Rehbari Syura.
Akhund masih berada di bawah sanksi PBB atas perannya dalam pemerintahan Taliban di Afghanistan di masa lampau.
Ada juga Sirajuddin Haqqani yang ditunjuk Taliban mengisi jabatan menteri dalam negeri Afghanistan. Sirajuddin merupakan pemimpin jaringan Haqqani yang ditakuti negara Asia Selatan itu.
Nama Sirajuddin sendiri masuk dalam daftar orang paling dicari FBI. Badan penyelidik AS itu bahkan menawarkan imbalan US$10 juta atau setara Rp142,6 miliar bagi pihak yang dapat memberikan informasi mengenai keberadaan Sirajuddin.
Sejak Taliban berkuasa, sebagian besar masyarakat Afghanistan, terutama kaum perempuan, merasa khawatir akan dikekang lagi.
Resim Taliban memiliki rekam jejak yang buruk, terutama terkait perlindungan hak asasi manusia dan hak perempuan khususnya.
Selama rezim sebelumnya, Taliban mewajibkan seluruh perempuan mengenakan burkak setiap saat terutama di ruang publik. Taliban juga mengharuskan perempuan Afghanistan yang ingin bepergian untuk ditemani oleh wali laki-laki mereka.
Di era 1996-2001, Taliban melarang perempuan bekerja dan bersekolah. Meski kelompok itu berjanji akan menjamin hak-hak perempuan di rezim terbaru ini, sebagian masyarakat Afghanistan dan aktivis menilai itu hanya janji manis Taliban guna menarik pengakuan internasional.
Seorang jurnalis senior yang kerap meliput Taliban dari dekat, Najieb Khaja, pun mengakui bahwasulit mengubah perilaku keseluruhan kelompok itu karena begitu banyak lapisan di dalamnya.
"Taliban sangat beragam. Ada beberapa lapis berbeda dalam kelompok ini. Ada yang bergaya hidup internasional, bertemu dengan para pemimpin politik, berjumpa orang-orang dengan pandangan politik berbeda di Doha dan negara lain. Mereka bisa duduk bersama orang lain dan berbincang," kata Khaja kepada CNN.
(pwn/rds)