Uang ribuan triliun rupiah AS itu pun menguap tanpa hasil signifikan. Banyak proyek-proyek infrastruktur besar yang direncanakan AS untuk Afghanistan terbuang sia-sia.
Berbagai bendungan, jalan raya, jembatan, dan infrastruktur kota lainnya tetap rusak karena pemerintah Afghanistan gagal menyerap gelontoran bantuan AS tersebut.
Rumah sakit dan sekolah yang banyak dibangun masih kosong melompong. Tanpa pengawasan ketat, uang AS justru menimbulkan korupsi yang makin mendarah daging dalam birokrasi Afghanistan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, terlepas dana anti-narkoba terus digelontorkan AS, ekspor opium dari Afghanistan terus mencapai rekor tertinggi.
Di sisi militer, meski AS telah memberi pelatihan hingga senjata canggih untuk Afghanistan, militer negara itu tetap tidak bisa mengendalikan pergerakan kelompok milisi termasuk Taliban sendirian.
Dalam memo internal pemerintahan AS, para pejabat dan militer telah lama khawatir lantaran menemukan banyak dari pasukan Afghanistan yang tidak kompeten bahkan masih buta huruf.
Dalam laporan The Washington Post berjudul Unguarded Nation pada 2019 lalu, beberapa pejabat AS, NATO, hingga Afghanistan sendiri menggambarkan upaya mereka memperkuat pasukan negara Asia Selatan tersebut selama ini hanya sebagai malapetaka berkepanjangan.
Mereka menggambarkan pasukan keamanan Afghanistan itu tidak kompeten, tidak termotivasi, kurang terlatih, korup, dan penuh dengan pembelot hingga penyusup.
Dalam satu wawancara, seorang pejabat Angkatan Laut AS, Thomas Johnson, mengatakan bahwa warga Afghanistan memandang kepolisian sebagai bandit pemangsa dan "lembaga paling dibenci" di negara tersebut.
Mantan Duta Besar AS di Kabul, Ryan Crocker, mengatakan kepolisian Afghanistan bukan lah kekurangan senjata atau pasukan, tapi mereka tidak berguna dan korup sampai ke tingkat petugas biasa.
Terlepas dari triliunan dolar yang menguap, AS harus membayar dua dekade invasi dengan nyawa-nyawa warganya.
Sebanyak 2.442 tentara AS tewas selama invasi di Afghanistan berlangsung, termasuk 13 personel yang terbunuh dengan bom bunuh diri di Bandara Kabul di hari-hari terakhir pendudukan Amerika di negara itu.
Sebanyak 20.666 personel AS lainnya ikut terluka dalam perang selama dua dekade tersebut. Beberapa di antara mereka bahkan mengalami cacat permanen sehingga AS harus merogoh kocek untuk memberi para veteran perang yang lumpuh itu tunjangan tambahan.
Selain tentara, Pentagon melaporkan lebih dari 3.800 kontraktor keamanan swasta AS di Afghanistan ikut tewas akibat perang dan beberapa serangan yang menargetkan misi Amerika.
Selain warga AS, perang di Afghanistan juga telah menewaskan 1.144 personel dari 40 negara NATO yang ikut membantu Amerika melatih para pasukan di Afghanistan.
Terlepas dari militer, perang AS di Afghanistan juga telah menewaskan 47.245 warga sipil menurut Cost of War Brown University. Sebagian korban sipil itu diakibatkan serangan milisi termasuk Taliban.
Cost of War juga memperkirakan perang dua dekade terakhir telah menewaskan 66-69 ribu tentara Afghanistan. Meski begitu, selama ini, pemerintah Afghanistan tak pernah membuka data tersebut demi menjaga citra dan moral.
(rds/rds)