Di waktu bersamaan dengan kehadiran armada Negeri Tirai Bambu di ZEE Malaysia itu, kapal riset China, Hai Yang Di Zhi 10, juga terdeteksi berada di Laut Natuna Utara. Dari pola pergerakannya, kapal itu diduga tengah melakukan riset.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, mengatakan bahwa kehadiran kapal China itu sudah sesuai dengan UNCLOS.
"Kalau di laut lepas boleh melintas berdasarkan UNCLOS," ujar Faizasyah melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Faizasyah belum menjawab pertanyaan mengenai izin bagi kapal China tersebut untuk melakukan riset di Natuna.
Peneliti Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), Imam Prakoso, mengatakan bahwa TNI Angkatan Laut sudah mengerahkan KRI Bontang untuk melakukan bayang-bayang terhadap kapal riset China tersebut pada 15 dan 16 September.
Menurutnya, TNI seharusnya mengirimkan kapal fregat atau corvette yang lebih khusus untuk patroli. Namun, Kepala Dinas Penerangan Koarmada I, Laode Muhammad, menyatakan bahwa tak ada regulasi yang mengatur pengawasan harus dilakukan kapal fregat atau corvette.
"Terhadap jenis kapal riset China yang dimaksud, tidak ada protap yang menyebutkan harus di-intercept atau dibayang-bayangi oleh frigate atau corvette, akan tetapi kapal perang (warship) atau KRI, apa pun jenisnya. Hal ini tertuang dalam dalam article 29 UNCLOS 82," tutur Laode kepada CNNIndonesia.com, Senin (4/10).
Kendati demikian, Laode menegaskan bahwa pengawasan terhadap kapal asing yang berada di Laut Natuna Utara tetap mesti dilakukan.
"Bagian dari protap atau SOP dalam upaya penegakkan kedaulatan dan menjaga keamanan di laut," ucap Laode.
Di sisi lain, Laode menuturkan bahwa perlu pembuktian lebih lanjut untuk menentukan kapal China itu memang dikerahkan guna melakukan riset atau bukan.
"Artinya bisa dibuktikan kalau dia riset kalau kita ke sana. Namun, dalam hal hubungan antar negara kita juga mengedepankan hindari konflik dan menahan diri. Kalau paksa naik ke kapal, tidak teirma, itu akan berdampak luar biasa," ujar Laode.
Laode menyebut bahwa kapal riset tersebut sudah teridentifikasi sebagai milik pemerintah China, sehingga yang bisa dilakukan TNI AL adalah dengan melakukan pengawasan.
"Tapi itu kapal pemerintah, yang bisa dilakukan membayangi-bayangi, buat laporan ke atas untuk membahasakan ke pihak China soal apa yang mereka lakukan," kata Laode.
Hingga saat ini, belum diketahui pasti aktivitas kapal riset China itu di Laut Natuna Utara. Belum diketahui pula Kementerian Luar Negeri berencana memanggil duta besar China atau tidak untuk mencari klarifikasi lebih lanjut.
(has)