Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menyetujui penggunaan vaksin Covid-19 merek Moderna dan Johnson and Johnson untuk booster, menyusul Pfizer yang sudah diizinkan sebelumnya.
Reuters melaporkan bahwa FDA mengumumkan keputusan ini pada Rabu (19/10). Dengan keputusan ini, berarti semua vaksin yang digunakan di AS kini sudah dapat digunakan sebagai booster untuk kelompok umur tertentu.
"Ketersediaan booster ini penting untuk perlindungan guna melawan infeksi Covid-19," ujar Komisioner FDA, Janet Woodcock.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, FDA belum menentukan kelompok masyarakat mana yang direkomendasikan mendapatkan suntikan dosis ketiga Moderna dan Johnson and Johnson.
Komite penasihat CDC dilaporkan akan membuat rekomendasi mengenai kelompok masyarakat mana yang harus mendapatkan booster Moderna dan J&J. Rekomendasi tersebut akan digunakan FDA untuk mengambil keputusan akhirnya.
Sebelumnya, FDA sudah lebih dulu mengizinkan Pfizer sebagai booster bagi kelompok rentan, seperti orang berusia 65 tahun, punya riwayat penyakit parah, dan yang terinfeksi saat bekerja.
Selain itu,FDA mereka juga memaparkan data dari Institut Kesehatan Nasional mengenai efikasi pencampuran vaksin merek berbeda untuk booster.
Dari data itu, terlihat bahwa penerima vaksin J&J memiliki respons imun yang lebih kuat saat diberikan suntikan ketiga dengan Pfizer atau Moderna. Meski demikian, FDA menyebut data mengenai kombinasi vaksin masih belum jelas.
"Karena kita tidak punya data itu sekarang, saya pikir kita tak harus buru-buru menyepakati ini sebagai yang terbaik," kata Mark.
Para pakar penyakit menular juga tengah mempertimbangkan kebutuhan vaksin booster, entah Pfizer atau Moderna, setelah suntikan J&J.
Lebih jauh, FDA juga tengah mempertimbangkan untuk memperluas kelompok umur penerima booster vaksin Pfizer/BioNtech, yaitu menyasar kelompok usia 40 tahun.
"Ada bukti yang menunjukkan potensi bahwa menurunkan usia mereka yang memenuhi syarat untuk booster mungkin masuk akal di masa depan," kata pejabat FDA, Peter Marks, saat konferensi pers.
FDA dan Pusat Pengendalian Penyakit AS (CDC) berada dalam tekanan usai Gedung Putih mengumumkan rencana kampanye booster vaksin Agustus lalu.
Sejumlah pakar mempertanyakan seberapa penting booster dan efikasinya terhadap berbagai kelompok masyarakat, termasuk anak muda yang sudah terinfeksi corona dan mendapatkan dua dosis vaksin.
Mereka khawatir AS mengampanyekan booster vaksin dengan target yang tak tepat. Menurut CDC, sekitar 11,2 juta penduduk di AS sejauh ini telah menerima dosis booster.
Sementara itu, kepentingan booster ini kian dipertimbangkan karena beberapa fakto lainnya, seperti penurunan efikasi vaksin.
Pfizer baru saja mengumumkan bahwa dua dosis suntikan vaksinnya memiliki tingkat efikasi 84 persen, turun dari mulanya 94 persen empat bulan usai inokulasi kedua.
(isa/has)