India Tangkap 3 Muslim Kashmir Suporter Tim Kriket Pakistan

CNN Indonesia
Jumat, 29 Okt 2021 12:48 WIB
Polisi India bubarkan warga yang keluar rumah saat pembatasan pandem Covid-19. (Foto: AP Photo/Rafiq Maqbool)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kepolisian India menahan tiga warga Muslim di daerah bergejolak Kashmir karena diduga merayakan kemenangan timnas kriket Pakistan di T20 World Cup pada akhir pekan lalu.

Inspektur kepolisian di Agra Uttar Pradesh, Vikash Kumar, mengatakan kantor polisi Jagdishpura menerima pengaduan pada Selasa (26/10).

Pengaduan masyarakat itu muncul setelah pesan berbau "anti-nasional" disebarkan sekelompok mahasiswa Sekolah Teknik Raja Balwant Singh (RBS) menjelang pertandingan kriket antara timnas India dan Pakistan, dua negara yang saling bersaing.

Keesokan harinya, Polisi Uttar Pradesh menyatakan lima orang telah ditangkap dalam beberapa razia terpisah di seluruh negara bagian menanggapi "elemen anti-nasional menggunakan kata-kata tidak sopan terhadap tim kriket India dan membuat komentar anti-India yang mengganggu perdamaian."

Polisi India mengatakan tiga dari lima orang itu merupakan mahasiswa RBS. Ketiganya ditangkap karena melakukan pelanggaran dengan maksud menyebabkan ketakutan publik dan mengganggu ketentraman umum.

Polisi menuturkan ketiga mahasiswa itu juga ditangkap karena melakukan pelanggaran terorisme dunia maya di bawah undang-undang teknologi informasi India.

Juru bicara nasional untuk Asosiasi Pelajar Jammu dan Kashmir, mengatakan pada Kamis malam bahwa tiga siswa yang ditangkap adalah mahasiswa Muslim dari Kashmir yang dikelola India.

"Ini benar-benar menargetkan Muslim Kashmir, saya berbicara dengan siswa lokal lainnya hari ini, siswa non-Kashmir di kampus, mereka semua mengatakan bahwa ya, mereka bersorak (mendukung timnas Pakistan) dan mengunggah sesuatu di media sosial,tetapi apa yang diklaim oleh pengaduan adalah mereka meneriakkan slogan-slogan anti-India dan slogan-slogan pro-partisan itu tidak benar," kata Khuehami kepada CNN.

"Itu tidak benar, itu sama sekali tidak berdasar, saya sudah diberitahu oleh mahasiswa lokal, jadi sengaja mereka dijadikan kambing hitam menjelang pilkada di Uttar Pradesh," paparnya menambahkan.

Uttar Pradesh adalah negara bagian terbesar India yang memang dijadwalkan menggelar pemilihan legislatif pada kuartal pertama 2022.

Sementara itu, Kashmir merupakan wilayah yang menjadi sengketa antara Pakistan dan India sejak masa kemerdekaan.

Sebagian besar warga Kashmir merupakan Muslim dan kerap mendukung Pakistan. Pada 2019, pemerintah India bahkan menerapkan aturan ketat seperti jam malam hingga pemutusan internet demi meredam gejolak di wilayah itu.

"Kami tidak merasa ada yang salah dalam menyemangati pemain kriket atau olahragawan, tetapi menampar mereka dengan tuduhan kriminal, dengan hasutan, kami merasa itu adalah hukuman yang serius dan hukuman yang keras dan kita seharusnya tidak boleh mencampuradukkan kriket dengan politik," lanjut Khuehami.

"Tidak ada yang salah dengan bersorak atau berteriak untuk beberapa tim, itu adalah hak individu untuk menyemangati atau mendukung tim mana pun yang paling dia sukai, dan ini tindakan sewenang-wenang oleh otoritas perguruan tinggi dan Pemerintah Uttar Pradesh," katanya menambahkan.

Dalam pertandingan akhir pekan lalu, timnas India memang kalah telak dari Pakistan dengan selisih 10 wicket. Salah satu anggota timnas India, Mohammad Shami, pun menghadapi berbagai pelecehan di media sosial.

Shami merupakan satu-satunya pemain Muslim di timnas kriket India. Namun, sejumlah rekan, atlet senior, hingga politikus India pun ramai-ramai membela Shami.

"Mohammad Shami menjadi target kekalahan pertandingan kriket kemarin menunjukkan betapa radikal dan benci (warga India) terhadap Muslim meningkat secara signifikan. Sebuah tim memiliki 11 pemain, di antaranya satu adalah Muslim, jadi sekarang dia menjadi sasaran," Asaduddin Owaisi, presiden partai politik All India Majlis-e-Ittehadul Muslimeen mengatakan kepada wartawan.



(rds)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK