Amerika Serikat mengutuk junta militer Myanmar atas serangan yang dinilai brutal di wilayah Chin. Pihak junta militer melanggar hak asasi manusia dan menghancurkan lebih dari 100 rumah warga sipil, pun juga beberapa gereja kristen di wilayah itu.
"Serangan brutal ini menggarisbawahi urgensi kebutuhan masyarakat internasional untuk meminta pertanggungjawaban militer Burma (Myanmar) dan mengambil langkah untuk mencegah kekerasan yang brutal dan pelanggaran hak asasi manusia (di negara itu), salah satunya dengan mencegah transfer senjata ke pihak militer (junta Myanmar)," ujar juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price, dikutip dari AFP.
Price juga menyatakan keprihatinan AS atas operasi militer junta yang kian intensif di tengah kekacauan politik Myanmar sejak kudeta Februari lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Jumat (29/10) media lokal dan beberapa saksi melaporkan bahwa pasukan junta tengah mengepung kota Thantlang kala bentrok dengan kelompok perlawanan sipil lokal.
Setelahnya, api muncul di kota itu, memakan rumah warga dan berbagai bangunan lainnya, salah satunya kantor lembaga swadaya masyarakat Save the Children yang berbasis di London, Inggris.
Pihak junta militer pada Sabtu (30/10) mengonfirmasi kabar bahwa ada dua gereja dan 70 rumah yang terbakar akibat bentrokan ini. Walaupun demikian, mereka menyalahkan kelompok perlawanan sipil yang menjadi penyebab kebakaran.
Juru bicara junta Myanmar Zaw Min Tun mengatakan bahwa peran militer dalam kehancuran Thantlang adalah tuduhan tak berdasar.
AFP tidak dapat mengonfirmasi secara independen laporan ini.
Sementara itu, penduduk Thantlang telah mengungsi dari kota itu sejak bentrokan yang terjadi bulan lalu. Beberapa dari mereka mengungsi ke India.
Tak hanya bentrok di Chin, junta Myanmar juga sempat menghadapi bentrokan di Sagaing.
Sebanyak 25 tentara junta militer Myanmar tewas di wilayah Sagaing pada Kamis (28/10) akibat bentrok ini. Angka ini menambah jumlah tentara yang tewas selama bentrok di wilayah tersebut mencapai 85 orang.
Kawlin sendiri tengah menjadi sarang kelompok perlawanan sipil Myanmar.